Wah, kok tanggapannya seperti ini ya? kayaknya anda seperti orang kebakaran jenggot?
@Akiong, anda pernah bilang kalau ajaran anda bersumber dari beberapa Nabi, tapi sepengetahuan saya tidak ada Nabi yang mengajarkan Vegetarian total, bila ada tolong beri tahu saya, karena pengetahuan saya terbatas. Lao Tze, tidak mengajarkan vegetarian, bahkan saat upacara Tao banyak menggunakan Daging, kalo salah tolong koreksi. Kong Hu Cu, mengajarkan moral2 kehidupan tidak pernah membahas tentang vegetarian. Yesus dan Muhamad, pasti tidak mengajarkan Vegetarian. Itulah beberapa nabi yang saya kenal dan tidak mengajarkan Vegetarian, mungkin anda bisa membuka wawasan saya.
dan mana kutipan sutta yang menyatakan bahwa Buddha adalah Vegetarian, dengan naskah asli seperti anda minta ke saya.
Dan sekali lagi, tolong anda jelaskan tentang akusala garukha kamma di aliran anda. Apakah yang rekan anda posting (dari aliran M) benar? bila benar, tolong postingkan Sutta atau artikel yang mengajarkan tentang ini. Bila salah tolong beritahu yang benar. Sekali lagi ini bukan untuk intimidasi seperti yang anda posting dahulu, atau memang aliran anda sering mengintimidasi umatnya? hanya sebagai pengetahuan mana yang benar dan salah serta akibat yang ditanggung jika ini salah. seperti pemberitahuan bila anda membawa/memakai/mengedarkan narkoba anda akan di tangkap dan di penjara. apakah pemberitahuan tsb intimidasi?
@Akiong, perlu di ingatkan, anda berdiskusi didalam forum Buddha, Aliran anda memang masuk ke dalam WALUBI, tapi disini harus diingatkan anda harus menghormati aliran lain. Bila anda merasa aliran itu salah, berikan bukti2nya secara nyata, dan silahkan berdiskusi dengan baik.
Dan hati2 bila memposting sesuatu. Mengapa anda tidak mencoba di forum agama lain? Mereka diijinkan loh membunuh sendiri hewan untuk mereka makan.
Dalam membaca sesuatu, cobalah untuk di mengerti, kalo kurang mengerti cobalah untuk bertanya baik2 tapi sebelum itu, kosongkan dulu "cangkir-mu" sebelum anda menuang teh.
Secara pribadi saya setuju dengan anda. Bila dilihat dari sejumlah agama besar yang ada di dunia saat ini, dulu tak tahu di masa depan. Justru agama Buddha yang mencetuskan ide vegetarian. Ini adalah pelaksanaan yang teramat ketat dari Pancasila Buddhis.
Namun sekali lagi, agama Buddha adalah agama yang sangat demokratis. Artinya. Tidak ada paksaan sama sekali dalam menjalankan ide-ide tentang jalan kebenaran yang dicetuskan agama ini. Tidak seperti dalam agama lain yang ada istilah 'wajib', 'murtad', atau 'haram'. Justru agama Buddha mengajarkan bagi umat yang percaya untuk bertindak dengan kesadaran sendiri.
Permasalahan paling umum bagi umat Buddha di Indonesia mungkin saat ini banyaknya pemakaian istilah asli (Pali) atau Sansekerta atau Mandarin yang menimbulkan banyak kebingungan pada umat awam. Kemudian, fakta lagi bahwa banyak istilah dalam ketiga bahasa penting dalam perkembangan ajaran Buddha itu sendiri sangat sulit dicari padananannya dalam bahasa Indonesia.
Keadaan ini bisa menimbulkan misunderstanding bila tidak diluruskan. Dalam Pancasila, mungkin menurut saya lebih tepat bila diartikan, saya berjanji berusaha untuk menghindari pembunuhan (dalam hal pannatipatta). Jadi, dalam hal ini, manusiawi sekali bahwa ada wacana tentang 'saya berjanji' untuk 'berusaha' sebagaimana semaksimal mungkin untuk menghindari perbuatan pembunuhan.
Jadi, pannatipattanya ada di kepala. Bukan di perut. Miskonsepsi ini seringkali menjadi kontroversi karena ada ide-ide dari dalam tubuh agama Buddha sendiri tentang vegetarian. Kenyataan, budaya vegetarian berkembang pesat di aliran Mahayana.
Namun, bila kita tinjau kembali pada hakekat dari ide menghindari pembunuhan ini. Apa salahnya dengan daging? Apakah dengan memakan daging berarti melakukan pembunuhan? atau terlibat dalam usaha terbunuhnya seekor mahluk hidup?
Bila ini diceritakan pada umat yang bukan Buddha. Lantas, seringkali saya menerima pertanyaan, "Bukankah tumbuhan juga mahluk hidup?" Sementara konsep mahluk hidup dalam agama Buddha. Dalam khazana Jawa Kuno, ada istilah 'getah' dan 'getih'. Yang bergetah adalah tumbuhan, sedangkan yang ber'getih' adalah hewan. Nah... Getih menjadi syarat dalam konsep kehidupan.
Tentu saja bhikku menghindari daging sebisa mungkin. Namun, mereka yang sudah memilih jalan suci ini juga tidak diperbolehkan dengan tegas untuk pilih-pilih makanan. Karena itu sama saja dengan membubazirkan pemberian umat serta identik dengan kemewahan. Dan, walaupun tidak ada larangan dengan sanksi-sanksi yang cukup tegas. Dalam menjalani jalan kesucian, seorang diharapkan bisa konsekwen dengan ikrar/janjinya sendiri.
Saya tidak berani menanggapi komentar DragonHung, karena kembali setiap pribadi, apapun agama dan dasar kepercayaannya, tentu saja pemahamannya berbeda-beda.
Kemudian, bila kita disini meributkan, ngotot dan tarik urat leher dalam argumen masing-masing soal vegetarian. Hidup di dunia ini singkat kok, gak sampai 100 tahun juga kebanyakan sudah kembali ke kematian. Nanti kita buktikan saja sendiri.
Karenanya, disini kita hanya bisa berargumen dengan melandasakan diri pada apa yang tertulis dalam kitab suci. Rujukan dari tripitaka melalui sutta-sutta yang sudah dituliskan Carodammo belum juga bisa membuat orang lain percaya. Yah mau gimana lagi. Postingan Sinthung seingat saya juga sudah banyak mengenai vegetarian ini.
Dalm kondisi sekarang, satu pihak ngotot bahwa vegetarian adalah wajib hukumnya. Sementara pihak yang lain menyatakan bahwa vegetarian tidak wajib. Namun termasuk perbuatan baik yang bisa membantu dalam memperbaiki pencapaian-pencapaian kesucian hidup. Pihak yang satu berpendapat bahwa tanpa vegetarian kesucian tidak bakal bisa didapat karena masih kurangnya pancaran cinta kasih. Pihak yang satu lagi berpendapat, bahwa vegetarian tidak bisa menentukan kesucian yang didapat. Kemudian diambil rujukan-rujukan dari teladan Siddharta Gautama yang menjadi pembabar ajaran Buddha, justu Sang Buddha sendiri menunjukkan bahwa Dia yang tidak berpantang makan daging bisa mencapai Arahat. Pihak yang satunya kemudian sempat pula berkomentar, benarkah Sidharta Gautama pari-Nibbana?
Tak ada putus-putusnya membicarakan kepercayaan. Sama dengan pertanyaan seorang Buddhis pada ketuhanan dalam agama lain. Sama juga dengan petanyaan umat lain tentang ketiadaaan Tuhan dalam ajaran Buddha.