Mutiara Kebijaksanaan Sai - Bagian 8 #1
Satsang Anil Kumar: Percakapan Baba dengan Para Siswa
2 Januari 2003
OM… OM… OM…
Sai Ram!
Pranams to the Lotus Feet of Bhagawan!
Dear Brothers and Sisters!
BULAN DESEMBER 2002
Tiga Peristiwa di bulan Desember
Terlebih dahulu, perkenankan saya mengucapkan ‘Selamat Tahun Baru!’ Hari ini merupakan pertemuan kita yang pertama kalinya untuk tahun baru 2003. Saya memiliki beberapa details yang hendak di-share dengan anda menyangkut beberapa peristiwa yang terjadi selama bulan Desember kemarin. Ada tiga peristiwa penting yang akan saya ceritakan secara penuh.
Yang pertama – dimana saya yakin bahwa anda pasti akan sangat tertarik – adalah mengenai perayaan Hari Natal dan tentang Yesus Kristus. Kemudian yang kedua adalah menyangkut kunjungan Presiden India, Abdul Kalam, ke Prashanthi Nilayam, yaitu mengenai bagaimana perasaan yang diekspresikan oleh beliau, pendapatnya serta surat yang ditulisnya. Dan yang terakhir adalah menyangkut pencapaian yang berhasil diperoleh oleh Universitas Sri Sathya Sai akhir-akhir ini. Institusi pendidikan kita telah dinyatakan sebagai universitas terbaik di negeri ini! Nah, inilah ketiga tonggak-bersejarah penting yang terjadi selama bulan Desember dan saya ingin membagikan ceritera tersebut dengan anda semuanya.
Sebagaimana anda ketahui, kita sedang membicarakan tentang point-point utama yang terkandung dalam Divine dialogues (dialog Ilahi). Saya tidak menyebutnya sebagai Divine whispers (bisikan Ilahi). Tujuan utama kita adalah mengusahakan agar percakapan Bhagawan Sri Sathya Sai Baba dapat tersedia untuk anak-cucu kita sebagaimana halnya semua percakapan Ramana Maharshi juga direkam dan tersedia untuk kita semuanya hari ini. Kita memikul beban tanggung-jawab ini. Demi untuk alasan itulah, maka sejauh ini kita telah melakukan upaya-upaya ke arah tersebut. Saya merasa senang bahwa episode-episode “Mutiara Kebijaksanaan Sai” ini telah dipublikasikan secara luas dan dapat diterima dengan baik.
Paduan Suara Natal
Wah, seluruh Prashanthi Nilayam penuh dengan resonansi dan gema nyanyian-nyanyian Natal, terutama siang hingga sore hari menjelang waktu bhajan. Benar-benar sangat menakjubkan! Pada beberapa kesempatan, nyanyian-nyanyian itu bahkan juga terdengar ketika saya sedang duduk bersama Bhagawan di belakang layar di auditorium Poornachandra.
Terlihat bahwa Bhagawan merasa sangat senang melihat betapa besarnya devotion (bhakti) yang diperlihatkan oleh para bhakta asing yang telah datang ke sini dari tempat asalnya masing-masing yang saling beda dan tekun dalam melakukan latihan lagu-lagu tersebut secara teliti, cermat, ilmiah dan penuh kehati-hatian – hingga dihasilkan suatu tingkat kesempurnaan yang tinggi. Benar-benar pemandangan yang luar biasa (fantastic)! Swami sangat menghargai persiapan dan presentasi yang diperlihatkan oleh para bhakta asing tersebut. Perkenankanlah saya mengucapkan selamat kepada anda semuanya yang telah ikut serta berpartisipasi dalam acara tersebut.
22 Desember 2002
Diskusi tentang Natal dan Yesus Kristus
Percakapan yang berlangsung pada tanggal 22 Desember berkisar tentang Natal dan Kehidupan Yesus Kristus. Bhagawan mengatakan bahwa kaum Katolik memiliki pandangan dan konsepnya sendiri tentang Christianity. Akan tetapi, terdapat pula segelintir umat Kristen yang menentang pandangan kaum Katolik itu, dan mereka menolak beberapa point dari konsep mereka. Itulah sebabnya, sekte yang bersikap menentang ini kemudian dikenal sebagai kaum ‘Protestan’.
Bhagawan juga mengatakan bahwa Yesus mengajarkan setiap orang adalah Tuhan. Yang dimaksud sebagai Tuhan dalam hal ini adalah: Atma, Self atau spirit (jiwa/diri sejati). Swami menyebutnya dengan istilah Chaitanya Shakthi, Divine power or energy (kekuatan atau energi Ilahi), atau Energi Cosmic. Itulah Divinity (keilahian). Demikianlah yang dikatakan oleh Bhagawan.
Swami mengatakan bahwa Yesus banyak menerima oposisi (perlawanan). Banyak orang yang mempertanyakanNya serta meragukanNya. Seperti halnya para inkarnasi Tuhan lainnya, Yesus juga menghadapi berbagai jenis tantangan. Ketika Beliau mendeklarasikan keilahian diri-Nya, Yesus mengucapkan hal yang sama seperti yang telah dinyatakan oleh Bhagawan kepada kita hari ini, yaitu bahwa: semuanya adalah Tuhan, semuanya sama dan semuanya adalah Ilahi.
Bila seseorang bertanya kepada Swami, “Are you God (apakah Engkau adalah Tuhan)?” Maka Swami menjawab, “I am God and you are also God (Aku adalah Tuhan dan kamu juga adalah Tuhan)”. Yesus juga mengajarkan hal yang sama. Ketika Yesus mengatakan bahwa diri-Nya adalah Tuhan dan semuanya sama adanya; maka hal itu mengindikasikan bahwa yang dimaksudkan oleh Yesus adalah bahwa seisi dunia ciptaan ini adalah Divine (Ilahi).
Transformasi-diri para kritikus
Kemudian Bhagawan juga menyinggung tentang miracle (keajaiban) yang terjadi sepanjang kehidupan Yesus Kristus. Pada suatu ketika, terdapat beberapa nelayan yang sedang mencoba menangkap ikan melalui tebaran jala-jala mereka. Namun sampai hari menjelang malam, ternyata mereka tidak berhasil menangkap seekor ikanpun. Mereka merasa sangat kecewa dan frustasi.
Kebetulan Yesus melintasi tempat yang sama. Akhirnya Beliau membawa para nelayan itu ke lokasi lain di laut Galilea dan menyuruh mereka menebarkan jala di sana. Betapa terkejutnya, ketika jala ditebarkan di lokasi itu, mereka langsung berhasil menangkap ikan dalam jumlah yang sangat banyak. Melalui pengalaman ini (yang kita sebut sebagai ‘miracle’), para nelayan tersebut akhirnya menyadari kemuliaan Yesus.
Bhagawan kemudian menyinggung mengenai seorang tukang pajak bernama Matius. Orang ini ditugasi untuk memungut pajak penghasilan dari para nelayan. Akan tetapi para nelayan hari itu menolak untuk membayar pajaknya.
Namun Yesus berkata, “No, no! Bukankah kalian baru saja menangkap ikan dalam jumlah yang cukup banyak? Mengapa kalian berbohong? Sebelumnya memang kalian tidak berhasil menangkap ikan. Tetapi lihatlah, sekarang kalian telah berhasil memperoleh begitu banyak tangkapan di tempat yang Ku-tunjukkan padamu. Jadi, mengapa kau katakan tidak punya ikan? Kalian harus bayar pajak!” Demikianlah yang dikatakan Yesus.
Yesus adalah Keadilan. Yesus adalah Kebenaran. Yesus adalah Kebajikan. Yesus adalah Cinta-Kasih. Tak ada yang perlu diragukan tentang aspek Keilahian Yesus Kristus! Setelah menemukan kebenaran tentang diri Yesus, transformasi langsung terjadi di dalam diri Matius dan ia akhirnya menjadi pengikut Yesus. Pada hari itu, ia tidak jadi memungut pajak dari para nelayan. Ia merasa sangat tersentuh oleh kebenaran Yesus Kristus.
Disamping itu, terdapat seorang tokoh penting dalam Alkitab bernama Paulus. Sebelumnya beliau ini selalu mempertanyakan dan mencela Yesus Kristus. Akan tetapi ketika Yesus menampakkan diri di dalam mimpinya, transformasi langsung terjadi di dalam diri Paulus. Beliaulah yang di kemudian hari menjadi pewaris ajaran-ajaran Yesus. Jadi, orang yang dulunya merupakan seorang kritikus; akhirnya ditranformasikan menjadi Santo Paulus.
Hal yang serupa terjadi pula di zaman Sri Sathya Sai Baba; dimana beberapa kritikus juga mengalami transformasi. Sekarang kita bisa menemukan banyak orang-orang yang dulunya meragukan Beliau, tetapi akhirnya justru menjadi bhakta yang setia!
Itulah kejadiannya, dan demikian pula yang terjadi pada saat zamannya Yesus Kristus.
Tiga Orang Bijak
Lebih lanjut Bhagawan meneruskan, bahwa ketika Yesus dilahirkan, terdapat tiga orang bijak yang berkunjung ke tempat kelahiran-Nya. Orang yang pertama berkata, “Anak ini akan mencintai Tuhan.”
Orang kedua, seorang raja Arab, berkata, “Tidak, Tuhan-lah yang akan mencintai anak ini.”
Dan orang ketiga menambahkan, “Oh tidak, anak ini justru akan menemukan jati-diri-Nya di dalam Tuhan dan di kemudian hari, Ia akan disebut sebagai Tuhan.” Demikianlah ramalan-ramalan yang diucapkan dengan penuh bhakti oleh ketiga orang bijak yang datang mengunjungi bayi yang baru saja dilahirkan di Bethlehem pada hari Natal.
Yesus Dikhianati
Kemudian Bhagawan menyinggung point lainnya. Yesus selalu dikelilingi oleh para murid-murid-Nya. Banyak sekali pengikut yang ingin mendengarkan ajaran-ajaran-Nya. Salah satu di antaranya adalah seorang murid bernama Yudas Iskariot. Demi hanya sedikit uang yang diberikan oleh para tentara, si Yudas ini tega mengkhianati dan membohongi gurunya sendiri. Tindakannyalah yang mengakibatkan Yesus disalibkan di kayu salib. Setelah menerima beberapa koin perak, Yudas Iskariot memberitahu para tentara: “Yesus adalah orang yang mengenakan cincin yang ku-cium nanti. Kalian bisa menangkapnya.” Di zaman dahulu, Yesus dan murid-murid-Nya mengenakan jubah yang sama; jadi bagi yang belum kenal, sulit untuk mengenali Yesus. Demikianlah caranya si Yudas mengkhianati guru-nya sendiri. Lalu, apa yang terjadi dengan murid-murid lainnya? Mereka juga mencoba melarikan diri dengan berbagai dalih. Itulah yang dikatakan oleh Bhagawan.
Ibunda Maria menangis melihat situasi yang dialami oleh Yesus Kristus, putera tunggal Tuhan. Kepada Ibunda Maria, Yesus berkata: “Oh Ibu, mengapa engkau menangis? Kematian adalah ibarat baju kehidupan.”
Mengomentari pernyataan ini, Bhagawan berpesan bahwa seseorang tidak perlu menangisi ataupun mengkhawatirkan tentang kematian. Seperti halnya kita selalu mengganti baju setiap hari, maka demikian pula kita juga harus mengenakan badan jasmani yang baru. Apakah kita menangis bila mengganti baju? Tentu saja tidak! Kita tinggal memakai baju baru itu.
Bhagawan juga menyinggung statement lainnya yang diungkapkan oleh Yesus Kristus. Ketika begitu banyak orang berdiri tanpa daya melihat penyaliban itu; terdapat sekelompok orang yang terus-menerus menghujat Yesus. Lalu apa yang dikatakan oleh Yesus? “Semuanya adalah satu, wahai anak-Ku. Berikanlah perlakuan yang sama terhadap setiap orang.” Pernyataan yang hebat sekali! Hanya seorang Kristus-lah yang bisa mengucapkannya. Para musuh dan pengkhianat di satu sisi; sedangkan murid-murid berada di sisi lainnya; sedangkan Ia sendiri sedang mengalami penderitaan dan kesakitan. Dengan semua kondisi ini, Sang putera Tuhan masih sanggup berkata, “Semuanya adalah satu, wahai anak-Ku. Berikanlah perlakuan yang sama terhadap setiap orang” (artinya Yesus melarang pengikut-pengikut-Nya membalas tindakan keji yang telah dilakukan oleh musuh-musuh-Nya).
Saya kira anda masih ingat bahwa suatu ketika Bhagawan pernah berkata, “Orang-orang boleh-boleh saja memuji-muji-Ku; demikian pula orang-orang boleh mencela-Ku. Namun Aku tetap memberikan blessing kepada kedua tipe orang ini, sebab Aku berada di atas segalanya. Tuhan tidak terpengaruh oleh pujian maupun celaan.” Beliau tidak akan tersanjung oleh pujiaanmu dan juga Ia tak akan sedih oleh celaanmu.
Ibunda Maria
Saya mengajukan pertanyaan ini kepada Bhagawan: “Aku pernah melihat patung Ibunda Maria yang sedang mengendong bayi Kristus. Terlihat bahwa orang-orang juga memberikan penghormatan/pemujaan terhadap ibunda Maria. Di dalam biara/katedral, kita bisa melihat patung Maria yang juga sedang mengendong Yesus di pangkuannya. Bahkan di kota Bangalore terdapat sebuah gereja yang diberi nama ‘Infant Yesus’ (bayi Yesus). Ada apa dengan ini semua? Mengapa orang-orang juga memuja Maria?”
Tolong simak baik-baik apa yang dikatakan oleh Bhagawan: “Sebagaimana orang-orang juga memuja Ibunda badan ini (Easwaramma) – yang telah melahirkan seorang Avatar, maka sudah sewajarnyalah kita juga memberikan penghormatan dan ungkapan terima-kasih kepada ibunda Maria yang telah melahirkan anak Tuhan. Jadi, pemujaan itu merupakan suatu cara untuk mengungkapkan rasa terima-kasih. Itulah sebabnya Ibunda Maria dipuja oleh umat Kristiani.” Demikianlah jawaban Bhagawan.
Para Rishi dan Sadhu
Saya mengajukan pertanyaan lain kepada Bhagawan, “Swami, di dalam Sanathana Dharma (Dharma Abadi), kita mengenal istilah sadhu. Lalu mengapa istilah ini tidak terdapat dalam Alkitab atau terminologi Kristiani lainnya? Saya mengharapkan komentar-Mu tentang hal ini.”
Baba berkata, “No, no. Yang kau sebut sebagai sadhu dalam Sanathana Dharma itu, tiada lain adalah ‘santo’ dalam Alkitab! Santo Paulus, Santo Lukas, Santo Matius, Santo Yohannes – mereka semua adalah para sadhu.” Itulah yang dikatakan oleh Bhagawan kepada kami.
Lalu saya bertanya lagi: “Swami, saya merasa bangga mengatakan bahwa saya adalah lulusan sekolah Kristiani. Saya menghabiskan waktu tiga-puluh tahun di sekolah Kristiani dan hingga hari ini, saya masih merasa bangga terhadap sekolah-ku, alma-mater-ku. Kemampuanku berbicara secara fasih dalam Bahasa Inggeris merupakan buah jasa dari para missionaris Kristiani; khususnya mereka yang berasal dari gereja Lutheran di Amerika. Merekalah yang mensponsori sekolah kami, the Andhra Christian College di Guntur. Oleh karena kedekatanku dengan paham-paham teologi Kristiani, maka saya masih mempunyai satu pertanyaan yang hendak diajukan.”
Mood Swami sedang baik, jadi saya meneruskan pertanyaanku, “Swami, ada satu doa Kristiani yang belum saya pahami yaitu tentang ‘Bapa, Anak dan Roh Kudus’. Sebagai seorang pengikut paham Sanathana Dharma, saya belum mengerti arti/maksud dari doa tersebut?”
Apa yang dikatakan oleh Baba? “Apakah kamu tidak menyimak apa yang telah sering Ku-katakan?” ‘Kau bukanlah satu orang; tetapi tiga, yaitu: dirimu yang kau kira adalah dirimu sendiri, dirimu menurut orang lain, dan dirimu yang sebenarnya.’ Inilah pengertian dari ‘Bapak, Anak dan Roh Kudus’. Keduanya sama saja.” Jawaban cantik inilah yang diberikan oleh Bhagawan.
Dr. John Hislop
“Swami, Yesus disalibkan di atas kayu-salib. Betapa sedihnya situasi kala itu. Saya dengar bahwa Engkau memperlihatkan salib tersebut kepada seorang bhakta bernama John Hislop. Apakah benar begitu?”
“Ya, Aku telah memperlihatkan kepadanya salib asli dimana Yesus disalibkan.”
Kemudian saya berkata, “Swami, jikalau Engkau tidak keberatan, dan apabila Engkau berkenan, bolehkah Engkau menceritakan bagaimana Hislop bisa datang kepada-Mu – bagaimana caranya dia berkenalan dengan-Mu?”
Bhagawan kemudian bercerita bahwa dulunya Dr. Hislop pernah tinggal di wilayah Kashmir, yang dikenal sebagai ‘Mahkota India’, di daerah pegunungan Himalayan. Hislop tinggal di sana selama sepuluh tahun lamanya; hanya untuk mencari-cari keberadaan para rishi dan sadhu; namun, ia tidak berhasil menemukannya di sana.
Kemudian pada satu ketika, Dr.Hislop mendapat undangan dari seorang kenalannya yang menjabat sebagai Sekretaris Pertahanan Pemerintah India. Berkat undangan tersebut, Dr. Hislop pergi berkunjung ke kota Delhi, dimana pada saat yang bersamaan Bhagawan juga sedang berada di sana. Jadi, Hislop bertemu Bhagawan untuk pertama-kalinya di Delhi. Beliau bertemu Swami bukan hanya di tempat umum; bahkan juga di dalam istana dimana Bhagawan sedang bermukim.
Ketika Hislop melihat Swami, ia merasa sangat bahagia karena akhirnya ia telah menemukan rishi dan sadhu yang selama ini dicari-cari olehnya sepanjang sepuluh tahun! Hislop sendiri menyatakan bahwa ia melihat adanya aura berwarna putih di sekeliling kepala Bhagawan, persis seperti aura yang sering tampak pada setiap jiwa (orang) suci. Setelah berjumpa dengan Bhagawan Sri Sathya Sai Baba, Hislop mengatakan bahwa ia telah sampai di penghujung pencariannya. Semenjak itu, Hislop senantiasa selalu mengikuti Bhagawan kemanapun juga Beliau pergi.
Kemudian Swami menyinggung tentang mukjijat yang dialami oleh Dr. John Hislop. Pernah suatu ketika, Swami meminta Hislop untuk membawa sebuah peti besi besar yang penuh berisi kain-saris ke tempat dimana Bhagawan akan membagi-bagikannya kepada semua orang. Jadi, Hislop mengambil saris dari peti itu dan diberikannya kepada Bhagawan; selanjutnya Bhagawan yang mendistribusikannya. Sebagaimana anda ketahui, Bhagawan selalu memberikan saris berkualitas terbaik, tidak pernah ada istilah second-quality! Semuanya yang terbaik!
Walaupun begitu, terdapat juga beberapa saris yang tidak dibagikan oleh Swami. Ketika Hislop kembali ke peti tadi, ia melihat ada sedikit genangan air di bagian bawah peti, padahal tadinya kering sama sekali. Bila air itu sudah ada dari tadi, maka tentunya semua kain-kain tersebut juga ikut basah. Namun kain yang telah dibagikan tadi masih kering!? Hislop merasa aneh. Maka ia bertanya, “Swami, air apa ini?”
Bhagawan menjawab, “Air itu berasal dari kain saris yang menangisi nasibnya karena mereka merasa dirinya tidak cukup beruntung untuk dapat ikut dibagikan oleh tangan Ilahi. Mereka merasa sedih karena tidak sempat jatuh ke tangan Ilahi.” Itulah ceritera yang disinggung oleh Bhagawan sore hari itu.
Ceritera ini mengugahku untuk mengajukan satu pertanyaan lagi: “Swami, apakah betul kain saris bisa menangis?! Bagaimana mungkin saya bisa mempercayainya?! Apakah saris juga memiliki Chaitanya (kesadaran)?!”
Bhagawan berkata, “Di seluruh dunia ini, yang ada hanyalah awareness, itu saja! Tidak ada satu objek/benda-pun yang tidak memiliki Chaitanya atau awareness ini, ingatlah itu! Chaitanya (awareness) mengekspresikan dirinya dalam ketiga level. Pada tingkat badan jasmani (body), ia disebut conscious. Pada level mind (batin), ia disebut conscience. Dan pada level Atma, spirit atau soul (jiwa), ia disebut consciousness.
Jadi, conscious, conscience dan consciousness merupakan ketiga level ekspresi dari awareness atau Chaitanya. Dengan perkataan lain, dalam setiap bentuk manifestasi, akan terdapat perbedaan-perbedaan dalam derajat tertentu; namun pada intinya semuanya didasari oleh awareness yang sama.” Demikianlah jawaban Bhagawan.
Kemudian saya berkata, “Swami, jikalau seluruhnya adalah awareness; bahwa jikalau semuanya adalah Divine (Ilahi); lalu apakah itu berarti bahwa saya dituntut untuk tidak boleh menyalah-gunakan kelima unsur, bahwa saya tidak boleh menyalah-gunakan panca inderaku dan tidak boleh berlaku kejam terhadap alam? Apakah saya boleh mengartikannya demikian?”
Bhagawan berkta, “Ya, itulah sebabnya Aku selalu berpesan, ‘Do not waste (jangan menyia-nyiakan apapun juga). Haste makes waste (sikap terburu-buru hanya menghasilkan hal yang sia-sia). Waste makes worry, so do not be in a hurry (kesia-siaan akan menimbulkan kegelisahan, oleh sebab itu jangalah tergesa-gesa). Janganlah menyia-nyiakan makanan. Janganlah menyia-nyiakan air. Janganlah membuang energi secara percuma. Janganlah menghambur-hamburkan uang. Penyalah-gunaan uang merupakan kejahatan. Waktu yang terbuang secara percuma merupakan pertanda bahwa kehidupanmu juga telah terbuang secara percuma.”
Ungkapan Bhagawan ini mengingatkan kita bahwa segala sesuatu pada prinsipnya adalah Ilahi, oleh sebab itu kita tidak boleh ceroboh dan jangan meremehkan apa/siapapun juga.
Akhirnya saya berkata, “Terima-kasih. Swami telah memberitahu kami begitu banyak hal pada sore hari ini.”
Ingatlah Dua Statement yang diucapkan oleh Yesus
Kemudian Bhagawan berdiri dari kursi-Nya, melangkah beberapa langkah, kemudian Beliau berpaling dan bertanya, “Apa saja sih yang telah Ku-katakan?”
“Swami, Engkau telah memberitahu banyak hal-hal yang tidak kami ketahui; hal-hal yang menjadi kesalah-pengertian kami selama ini; hal-hal yang telah membawa sinar bagi kehidupan kami. Kami sungguh sangat berterima-kasih kepada-Mu, Bhagawan. Thank You.”
Sebagai kata pamungkas, saya berkata, “Swami, betapa cantiknya cara-Mu mengintegrasikan teologi Kristiani dengan Sanathana Dharma. Sintesa yang cantik sekali. Kami harus belajar dari-Mu saja, Swami.”
Saya kira Bhagawan akan langsung berjalan menuju Mandir. Seperti anda ketahui, pada setiap kesempatan, ucapan Beliau-lah yang harus menjadi kata penutupnya! Swami berpaling dan berkata, “Belajar?! Tak ada gunanya bila belajar melulu! Kau harus langsung mengalaminya, bukan hanya sekedar belajar!” Swami berkata sambil berjalan, sebab sudah waktunya bhajan dan musik juga sudah dimulai.
Sudah waktunya bagi Swami untuk masuk ke dalam Mandir, akan tetapi Beliau masih menambahkan, “Ingatlah dua statement yang pernah diutarakan oleh Yesus: Apa sajakah itu? ‘Semuanya adalah satu adanya, wahai anak-Ku, oleh sebab itu berperilakulah yang sama terhadap semuanya.’ Lalu apa pernyataan yang kedua? ‘Kematian adalah baju kehidupan.’ Daa-Daa (Bye).” (tertawa)