• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

Apakah Paus tidak bisa berdosa?

Catholic

IndoForum Newbie B
No. Urut
37882
Sejak
27 Mar 2008
Pesan
184
Nilai reaksi
1
Poin
18
Apakah Paus tidak bisa berdosa?

Infallibilitas (ketidakdapatsalahan) Paus

Ajaran Gereja Katolik tentang ketidakdapatsalahan (infallibilitas) paus adalah salah satu [ajaran] yang sering salah dimengerti oleh mereka yang berada diluar Gereja [Katolik]. [mereka] sering keliru antara kharisma “ketidakdapatsalahan” Paus dengan “ketidakberdosaan” Paus. Mereka membayangkan bahwa umat Katolik meyakini kalau Paus tidak bisa berdosa.

Karena kekeliruan yang umum tentang prinsip dasar dari ajaran ketidakdapatsalahan (infallibilitas) Paus ini, adalah perlu untuk menjelaskan apa yang BUKAN infallibilitas. Infallibilitas BUKAN tidak adanya dosa. [Infallibilitas] BUKAN pula kharisma yang hanya dimiliki Paus. Infallibilitas dimiliki oleh organ para Uskup secara keseluruhan ketika, dalam kesatuan ajaran dengan Paus, mereka secara resmi mengajarkan suatu ajaran sebagai sesuatu yang benar [catatan: Uskup secara individu masih bisa salah, dan kalaupun seluruh Uskup mengajarkan satu ajaran tapi mereka semua ini tidak berada dalam kesatuan dengan ajaran dari Paus Roma, maka mereka tidak tidakdapatsalah (infallible)]. Kita mendapatkan [ajaran] ini dari Yesus sendiri yang menjanjikan kepada para rasul dan penerus mereka, yaitu para Uskup [catatan: kata “episkopos” (Yunani) atau “Uskup” (Indonesia) muncul di Kis 20:28 [“penilik” berasal dari kata Yunani “episkopos”]; 1 Tim 3:1; Ti 1:7; Kisah 1:20 (kata “jabatan” di ayat tersebut bersal dari kata Yunani “episkope” variasi dari “episkopos”)], yang adalah magisterium Gereja: “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku” (Luk 10:16), dan “apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga” (Mat 18:18).

Penjelasan di [Konsili] Vatikan II

[Konsili] Vatikan II menjelaskan infallibilitas (ketidakdapatsalahan) sebagai berikut: “Biarpun Uskup masing-masing tidak mempunyai kurnia istimewa tidak dapat sesat [ie tidak dapat salah atau infallible], namun kalau mereka – juga bila tersebar diseluruh dunia, tetapi tetap berada dalam persekutuan antar mereka dan dengan pengganti Petrus – dalam ajaran otentik tentang perkara iman dan kesusialaan sepakat bahwa suatu ajaran tertentu harus diterima secara definitif, merekapun memaklumkan ajaran Kristus tanpa dapat sesat. Dan itu terjadi dengan lebih jelas lagi, bila mereka bersidang dalam Konsili Ekumenis, serta bertindak sebagai guru dan hakim iman serta kesusilaan terhadap Gereja semesta; keputusan-keputusan mereka harus diterima dengan kepatuhan iman” (Lumen Gentium 25).

Infallibilitas secara khusus dimiliki oleh Paus sebagai kepala para Uskup (Mat 16:17-19; Yoh 21:15-17). Seperti yang dikatakan Vatikan II, [infallibilitas] adalah kharisma[yang didapat] Paus [Roma] “Kepala Dewan para Uskup, berdasarkan tugas beliau, bila selaku gembala dan guru tertinggi segenap Umat beriman, yang meneguhkan saudara-saudara beliau dalam iman (lih. Luk 22:32), menetapkan ajaran tentang iman atau kesusilaan dengan tindakan definitif. Oleh karena itu sepantasnyalah dikatakan, bahwa ketetapan-ketetapan ajaran beliau tidak mungkin diubah dari dirinya sendiri, dan bukan karena persetujuan Gereja. Sebab ketetapan-ketetapan itu dikemukakan dengan bantuan Roh Kudus, yang dijanjikan kepada Gereja dalam diri Santo Petrus” (Lumen Gentium 25).

Ketidakdapatsalahan (infallibilitas) Paus bukanlah ajaran yang tiba-tiba muncul dalam ajaran Gereja [Katolik]; tapi, [ajaran tersebut] adalah suatu ajaran yang implisit pada Gereja awal. Adalah pemahaman kita akan infallibilitas yang telah berkembang dan menjadi lebih terpahami dengan berlalunya waktu. Faktanya, ajaran infallibilitas [jelas] tersirat di teks-teks Petrus: Yoh 21:15-17 (“Gembalakanlah domba-dombaKu…”), Luk 22:32 (Aku telah berdoa untuk engkau [Petrus], supaya imanmu jangan gugur”), dan Matius 16:18 (“Engkaulah Petrus…”).

Didasarkan atas mandat Kristus

Kristus menginstruksikan Gereja untuk mengajarkan semua yang Dia ajarkan (Mat 28:19-20) dan menjanjikan perlindungan Roh Kudus untuk “memimpin kamu dalam seluruh kebenaran” (Yoh 16:13). Mandat serta janji itu menjanjikan bahwa Gereja tidak akan pernah gugur [ie. melenceng] dari ajaranNya (Mat 16:18, 1 Tim 3:15), sekalipun umat Katolik secara individu bisa [gugur/melenceng].

Ketika umat Kristen mulai mengerti otoritas mengajar Gereja dan primasi (keutamaan) Paus, mereka mengembangkan pemahaman yang lebih jelas akan infallibilitas Paus. Perkembangan pemahaman umat beriman [Kristen] ini mendapatkan permulaan yang jelas di Gereja awal. Sebagai contoh, Cyprian dari Carthage, yang menulis pada 256 AD, mempertanyakan sebagai berikut, “Apakah para bidat berani datang ke tahta Petrus dimana iman apostolik [rasuli] diturunkan dan dimana tidak ada kesalahan bisa datang [darinya, ie dari tahta Petrus]?”(Letters 59 [55], 14).

Beberapa klarifikasi

Beberapa bertanya bagaimana para Paus bisa tidak dapat salah bila beberapa dari mereka hidup penuh dengan skandal. Keberatan ini jelas memperlihatkan kekeliruan antara ketidakdapatsalahan dan ketidakdapatberdosaan. Tidak ada jaminan bahwa Paus tidak akan berdosa atau memberi teladan yang buruk. (hal yang patut dicatat adalah banyaknya tingkat kekudusan hidup yang ditemukan dalam kepausan sepanjang sejaran; paus-paus yang buruk menjadi mencolok karena mereka begitu langka.)

Beberapa orang bertanya bagaimana ketidakdapatsalahan bisa ada bila beberapa Paus tidak setuju satu sama lain. [pertanyaan] seperti ini menunjukkan pemahaman yang tidak akurat atas [ajaran] infallibilitas yang hanya berlaku untuk ajaran mengenai iman dan moral yang resmi, dan [tidak berlaku] bagi keputusan-keputusan disipliner atau bahkan komentar-komentar tidak resmi atas iman dan moral. Pendapat teologis pribadi Paus tidaklah tidakdapatsalah (infallible), hanya apa yang dia definisikan secara resmi yang dianggap sebagai ajaran tidak dapat salah.

Beberapa Fundamentalist [Protestant] dan Evangelikal [Protstant] yang tidak mempunyai kekeliruan seperti diatas, [masih juga] sering berpikiran bahwa infallibilitas berarti bahwa para Paus diberi rahmat tertentu yang membuat mereka mengajar secara positif apapun kebenaran yang perlu diketahui. Tapi ini tidak benar. Infallibilitas bukanlah pengganti dari pembelajaran theologis bagi sang Paus.

Apa yang dilakukan kuasa infallibilitas adalah mencegah Paus dari mengajarkan secara resmi suatu “kebenaran” yang pada faktanya adalah suatu kesalahan. [Kuasa infalibilitas] tidak membantu dia untuk mengetahui apa yang benar itu, ataupun “menginspirasi” [sang Paus] untuk megajarkan apa yang benar. Dia harus mempelajari yang benar itu seperti apa yang kita semua lakukan, yaitu melalui study. Namun dia punya keuntungan karena posisinya [ie. dia akan dicegah dalam membuat kesalahan, sementara kita semua tidak].

Petrus Tidak Infalible?


Sebagai contoh [keberatan] alkitabiah akan infallibilitas paus, Fundamentalist [Protestant] sering menunjukkan kelakuan Petrus di Antioka ketika dia menolak untuk makan bersama orang non-Yahudi Kristen supaya tidak menyinggung beberapa Yahudi dari Palestina (Gal 2:11-16). Atas [tindakan] ini, Paulus mengecam Petrus. Apakah ini menunjukkan bahwa ketidakdapatsalahan Paus tidak ada [di jaman Alkitabiah]? Tidak juga. Tindakan Petrus berkaitan dengan disiplin, bukan dengan masalah iman dan moral.

Terlebih, masalahnya adalah tindakan Petrus, bukan ajarannya. Paulus megakui bahwa Petrus benar-benar tahu ajaran yang benar (Gal 2:12-13). Masalahnya adalah dia tidak mengikuti ajarannya sendiri. Karenanya, pada contoh kejadian ini, Petrus tidak melakukan pengajaran apapun, apalagi mendefinisikan secara resmi masalah iman dan moral.

Jawaban dikutip dan diterjemahkan dari:
http://catholic.com/library/Papal_Infallibility.asp oleh www.ekaristi.org
 
Catholic
Ada pertanyaan yg mungkin diskusi ini bisa berkembang:



Didasarkan atas mandat Kristus

Kristus menginstruksikan Gereja untuk mengajarkan semua yang Dia ajarkan (Mat 28:19-20) dan menjanjikan perlindungan Roh Kudus untuk “memimpin kamu dalam seluruh kebenaran” (Yoh 16:13). Mandat serta janji itu menjanjikan bahwa Gereja tidak akan pernah gugur [ie. melenceng] dari ajaranNya (Mat 16:18, 1 Tim 3:15), sekalipun umat Katolik secara individu bisa [gugur/melenceng].

Ketika umat Kristen mulai mengerti otoritas mengajar Gereja dan primasi (keutamaan) Paus, mereka mengembangkan pemahaman yang lebih jelas akan infallibilitas Paus. Perkembangan pemahaman umat beriman [Kristen] ini mendapatkan permulaan yang jelas di Gereja awal. Sebagai contoh, Cyprian dari Carthage, yang menulis pada 256 AD, mempertanyakan sebagai berikut, “Apakah para bidat berani datang ke tahta Petrus dimana iman apostolik [rasuli] diturunkan dan dimana tidak ada kesalahan bisa datang [darinya, ie dari tahta Petrus]?”(Letters 59 [55], 14).
Dengan mendasarkan pada ayat yg sama (diatas), banyak orang menganggap bahwa mandat Kristus itu juga diperuntukkan bagi setiap orang!
Ada hal positif dimana tugas perutusan tidak hanya menjadi tanggungjawab Para Rasul dan penggantinya (Paus dan Para Uskup), tetapi menjadi tanggungjawab seluruh umat beriman.
Tetapi ada juga hal lain yaitu bahwa setiap orang merasa mendapat kuasa untuk menafsirkan dan mengajarkan KS sesuai dengan penafsirannya sendiri, seperti banyak terjadi sekarang ini.
Bagaimana mengetahui bahwa ayat-ayat tersebut ditujukan hanya bagi Para Rasul dan Penggantinya dan bukan bagi semua orang?



Salam
Jebling
 
Dengan mendasarkan pada ayat yg sama (diatas), banyak orang menganggap bahwa mandat Kristus itu juga diperuntukkan bagi setiap orang!
Ada hal positif dimana tugas perutusan tidak hanya menjadi tanggungjawab Para Rasul dan penggantinya (Paus dan Para Uskup), tetapi menjadi tanggungjawab seluruh umat beriman.
Tetapi ada juga hal lain yaitu bahwa setiap orang merasa mendapat kuasa untuk menafsirkan dan mengajarkan KS sesuai dengan penafsirannya sendiri, seperti banyak terjadi sekarang ini.
Bagaimana mengetahui bahwa ayat-ayat tersebut ditujukan hanya bagi Para Rasul dan Penggantinya dan bukan bagi semua orang?

Salam
Jebling

Ayat mana yang kamu maksud? Semuanya?
 
Ayat mana yang kamu maksud? Semuanya?
Paling tidak ayat2 yg sudah kamu kutip di atas!
Contohnya:“Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku” (Luk 10:16), dan “apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga” (Mat 18:18).

Ada pihak yng menyatakan bahwa ayat tersebut bukan eksklusif bagi para rasul, tetapi bagi semua orang beriman!


Salam
Jebling
 
Paling tidak ayat2 yg sudah kamu kutip di atas!
Contohnya:“Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku” (Luk 10:16), dan “apa yang kamu ikat di dunia ini akan terikat di sorga” (Mat 18:18).

Ada pihak yng menyatakan bahwa ayat tersebut bukan eksklusif bagi para rasul, tetapi bagi semua orang beriman!


Salam
Jebling

Pada ayat diatas, Yesus sedang berbicara kepada para rasul, Bapa Gereja pun menafsirkan hal yang sama. Dan mengenai Matt 18 : 18, diparalelkan ke Matt 16 : 19. Jadi rasanya agak dipaksakan kalau ayat itu juga ditujukan kepada semua orang beriman.

Dijawab singkat dulu ya, Tanya lg kalo gak jelas.
 
wah wah berat neh..gw nyimak aja deh....
 
Dijawab singkat dulu ya, Tanya lg kalo gak jelas.
Bagaimana dengan pernyataan bahwa infalible tersebut hanya melekat kepada pribadi Para Rasul?
Sehingga banyak orang beranggapan bahwa tidak ada larangan untuk mengajarkan ajaran yg berbeda dengan yg pengganti-pengganti Petrus dan para Rasul.

Tolong dijelaskan pula bagaimana suksesi kepausan dan suksesi atas para rasul (uskup) menyertakan pula kuasa infalibilitas kepada para pengganti mereka.
Adakah ayat2 dalam KS ataupun tradisi lainnya, tulisan Bapa Gereja misalnya, yg mendukung hal tersebut?


Salam
Jebling
 
Kalo bro baca Alkitab ..Dosa itu sudah ada sejak Adam diciptakan...dan oleh karenanya kita walupun terlahir dri rahim Ibu kita, kita telah diwarisi DOSA keturunan nenek Moyang kita sejak Nabi ADAM,Abraham dan Musa juga Yakub...awalnya mereka semua berdosa dan setelah mengenal TUHAN Allah...dan mereka di Pili langsung oleh Allah..maka segala pebuatan mereka karena Allah dan Allah pun berkenan kepada mereka...bro..

Jadi Paus pun juga bisa berdosa bro ...tapi karena Allah berkenan menunjuknya sebagai Gembala..dan Penjala yang baik..maka Alah pun berkenan kepadanya..itu aja bro..

jadi dosa enggaknya paus itu Allah yang menentukan...

bukan kita...
 
Bagaimana dengan pernyataan bahwa infalible tersebut hanya melekat kepada pribadi Para Rasul?
Sehingga banyak orang beranggapan bahwa tidak ada larangan untuk mengajarkan ajaran yg berbeda dengan yg pengganti-pengganti Petrus dan para Rasul.

Tolong dijelaskan pula bagaimana suksesi kepausan dan suksesi atas para rasul (uskup) menyertakan pula kuasa infalibilitas kepada para pengganti mereka.
Adakah ayat2 dalam KS ataupun tradisi lainnya, tulisan Bapa Gereja misalnya, yg mendukung hal tersebut?


Salam
Jebling

Dari Catholic Encyclopedia : Infallibility

Proof of papal infallibility from Holy Scripture

Matthew 16:18


…And granting, as the best modern non-Catholic commentators grant, that this text of St. Matthew contains the promise that St. Peter was to be the rock-foundation of the Church, it is impossible to deny that Peter's successors in the primacy are heirs to this promise -- unless, indeed, one is willing to admit the principle, which would be altogether subversive of the hierarchial system, that the authority bestowed by Christ on the Apostles was not intended to be transmitted to their successors, and to abide in the Church permanently. Peter's headship was as much emphasized by Christ Himself, and was as clearly recognized in the infant Church, as was the enduring authority of the episcopal body; and it is a puzzle which the Catholic finds it hard to solve, how those who deny that the supreme authority of Peter's successor is an essential factor in the constitution of the Church can consistently maintain the Divine authority of the episcopate. Now, as we have already seen, doctrinal indefectibility is certainly implied in Christ's promise that the gates of hell shall not prevail against His Church, and cannot be effectively secured without doctrinal infallibility; so that if Christ's promise means anything -- if Peter's successor is in any true sense the foundation and source of the Church's indefectibility -- he must by virtue of this office be also an organ of ecclesiastical infallibility. The metaphor used clearly implies that it was the rock-foundation which was to give stability to the superstructure, not the superstructure to the rock.

Luke 22:31-32

Here Christ says to St. Peter and to his successors in the primacy: "Simon, Simon, behold Satan hath desired to have you, that he may sift you as wheat: But I have prayed for thee, that thy faith fail not: and thou, being once converted, confirm thy brethren." This special prayer of Christ was for Peter alone in his capacity as head of the Church, as is clear from the text and context; and since we cannot doubt the efficacy of Christ's prayer, it followed that to St. Peter and his successors the office was personally committed of authoritatively confirming the brethren -- other bishops, and believers generally -- in the faith; and this implies infallibility.

John 21:15-17

Here we have the record of Christ's thrice-repeated demand for a confession of Peter's love and the thrice-repeated commission to feed the lambs and the sheep:
When therefore they had dined, Jesus said to Simon (Peter): Simon, son of John, do you love me more than these? He said to him: Yes, Lord, you know that I love you. He said to him: Feed my lambs. He said to him again: Simon, son of John, do you love me? He said to him: Yes, Lord, you know that I love you. He said to him: Feed my lambs. He said to him the third time: Simon, son of John, do you love me? Peter was grieved, because he had said to him the third time: Do you love me? And he said to him: Lord, you know all things: you know that I love you. He said to him: Feed my sheep.​
Here the complete and supreme pastoral charge of the whole of Christ's flock -- sheep as well as lambs -- is given to St. Peter and his successors, and in this is undoubtedly comprised supreme doctrinal authority. But, as we have already seen, doctrinal authority in the Church cannot be really effective in securing the unity of faith intended by Christ, unless in the last resort it is infallible. It is futile to contend, as non Catholics have often done, that this passage is merely a record of Peter's restoration to his personal share in the collective Apostolic authority, which he had forfeited by his triple denial. It is quite probable that the reason why Christ demanded the triple confession of love was as a set-off to the triple denial; but if Christ's words in this and in the other passages quoted mean anything, and if they are to be understood in the same obvious and natural way in which defenders of the Divine authority of the episcopate understand the words elsewhere addressed to the Apostles collectively, there is no denying that the Petrine and papal claims are more clearly supported by the Gospels than are those of a monarchical episcopate. It is equally futile to contend that these promises were made, and this power given, to Peter merely as the representative of the Apostolic college: in the texts of the Gospel, Peter is individually singled out and addressed with particular emphasis, so that, unless by denying with the rationalist the genuineness of Christ's words, there is no logical escape from the Catholic position. Furthermore, it is clear from such evidence as the Acts of the Apostles supply, that Peter's supremacy was recognized in the infant Church (see PRIMACY) and if this supremacy was intended to be efficacious for the purpose for which it was instituted, it must have included the prerogative of doctrinal infallibility.

Lebih lengkap silakan klik link CE diatas.
 
Kalo bro baca Alkitab ..Dosa itu sudah ada sejak Adam diciptakan...dan oleh karenanya kita walupun terlahir dri rahim Ibu kita, kita telah diwarisi DOSA keturunan nenek Moyang kita sejak Nabi ADAM,Abraham dan Musa juga Yakub...awalnya mereka semua berdosa dan setelah mengenal TUHAN Allah...dan mereka di Pili langsung oleh Allah..maka segala pebuatan mereka karena Allah dan Allah pun berkenan kepada mereka...bro..

Jadi Paus pun juga bisa berdosa bro ...tapi karena Allah berkenan menunjuknya sebagai Gembala..dan Penjala yang baik..maka Alah pun berkenan kepadanya..itu aja bro..


Bedakan:
masalah infalible, yaitu ketidak dapat sesatan Paus.
dengan impeccable, yaitu tidak dapat berdosa.

Medy, cobalah kamu baca tulisan Catholic dengan lebih baik.


jadi dosa enggaknya paus itu Allah yang menentukan...

bukan kita...
Walaupun sebenarnya ada kesalahan kamu dalam memaknai infalibilitas tetapi benar juga katamu...:

Bahwa Allah sudah menganugerahkan infalibilitas kepada seorang Paus, bahkan para Uskup dalam persekutuannya dengan Paus.

Jadi memang bukan kita, tetapi Allah sendirilah yg menentukan dan menganugerahkan itu!


@Catholic
Thank's Bro....
Seharusnya semuanya sudah sangat jelas....


Salam
Jebling
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.