• Saat ini anda mengakses IndoForum sebagai tamu dimana anda tidak mempunyai akses penuh untuk melihat artikel dan diskusi yang hanya diperuntukkan bagi anggota IndoForum. Dengan bergabung maka anda akan memiliki akses penuh untuk melakukan tanya-jawab, mengirim pesan teks, mengikuti polling dan menggunakan feature-feature lainnya. Proses registrasi sangatlah cepat, mudah dan gratis.
    Silahkan daftar dan validasi email anda untuk dapat mengakses forum ini sepenuhnya sebagai anggota. Harap masukkan alamat email yang benar dan cek email anda setelah daftar untuk validasi.

IF Bali

50 Tahun Museum Puri Lukisan

Interaktif Pelukis Bali dengan Pelukis Barat

MUSEUM Puri Lukisan, Ubud, Gianyar dalam usianya yang ke-50 tahun setelah pertama kali dibuka untuk umum menyelenggarakan pameran lukisan yang dirangkai dalam tiga pameran penting, yakni pameran Pita Maha, pameran Ida Bagus Made dan pameran lukisan koleksi Rodolf Bonnet. Kegiatan yang akan dibuka 14 Juli 2008 merupakan pameran dalam rangka perayaan Setengah Abad Museum Puri Lukisan, Ubud, Gianyar.

Dalam pameran Pita Maha mempersembahkan koleksi tetap dari Museum Puri Lukisan. Mulai dari perkembangan lukisan Bali dan patung selama satu abad terakhir. Pameran ini juga mempertontonkan keindahan karya seni dari masa wayang, transisi hingga modern.

Pameran Ida Bagus Made yang merupakan salah satu pelukis terbesar di Ubud. Sebanyak 100 lukisan karya Ida Bagus Made yang diserahkan oleh istrinya kepada Museum Puri Lukisan. Dan, sebanyak 50 lukisan karya besarnya akan dipamerkan untuk pertama kalinya di Museum Puri Lukisan.

Koleksi Rodolf Bonnet asal Belanda juga akan dipamerkan pada pameran yang bertajuk 'Pioneers of Balinese Painting'. Pameran ini menyuguhkan karya-karya besar lukisan dari tahun 1929 - 1958. Koleksi yang dipamerkan ini merupakan pinjaman dari Museum National Ethnolgy di Laiden, Belanda. Pameran kali ini menampilkan karya pelukis dari daerah Tampaksiring, Ubud, Batuan, dan Sanur.

Tjok Putra Sukawati, Ketua Yayasan Ratna Wartha yang mengelola Museum Puri Lukisan, Minggu (6/7) kemarin menyebutkan pameran ini merupakan pameran yang memperlihatkan interaktif seniman Bali dengan seniman Barat. Di mana pada tahun 1930, seniman lukis Bali banyak mendapatkan masukan dari ide, anatomi, perspektif, warna dan dimensi. Namun, dari masukan tersebut seniman lukis Bali tetap pada pakem dari lukisan Bali itu sendiri.

Pameran yang memajang hasil karya pelukis terkenal di Bali ini diselenggarakan atas kolaborasi dengan Yayasan Rudolf Bonnet, Belanda. Pameran yang rencananya dibuka oleh Menbudpar Jero Wacik, berlangsung selama dua bulan. Masyarakat maupun seniman lukis dalam hal ini dapat melihat dan menikmati karya-karya terkenal di Museum Puri Lukisan, Ubud. (dar/*)
source: BP
 
Gambuh 'Lalah Manis' dari Sukawati

Yayasan Seni Budaya Bakti Marga, Desa Singapadu, Sukawati, Gianyar tampil membawakan dramatari gambuh berjudul "Mantri Copet" di Kalangan Ratna Kanda, Senin (7/7) kemarin. Dramatari gambuh ini tampil menarik dan diapresiasi banyak penonton. Gambuh ini memiliki keistimewaan, apa itu?

Penanggung jawab I Nyoman Cerita, SST., MFA. mengatakan dulu kesenian gambuh tersebar di seluruh kabupaten. Namun seiring perjalanan waktu, dramatari gambuh ada yang tetap eksis, ada yang tidak. Demikian juga di Desa Singapadu dari dulu ada kesenian ini. Tetapi sejak 1968, dramatari gambuh sempat mati suri di daerah ini. Baru dua tahun lalu, kembali dihidupkan dan kini mulai eksis lagi. Hal itu berkat dorongan berbagai pihak.

Dikatakannya, dramatari gambuh sudah telanjur dianggap kesenian yang teramat sulit, baik dalam gerak tari, pakem, vokal, tembang, dialog dan ekspresi. Anggapan inilah yang membuat kesenian ini kesulitan regenerasi. Tetapi, anggapan itu perlu dijawab dengan niat dan kerja keras. Jika ada kemauan belajar, pasti bisa. "Hal itulah yang kami lakukan sehingga dramatari gambuh yang dulu sempat vakum di Singapadu, kini kembali bangkit," kata Cerita yang dosen ISI Denpasar.

Ditambahkannya, gambuh Singapadu sedikit berbeda dengan gambuh di daerah lain. Gambuh Singapadu dipengaruhi oleh bebarongan dan pencalonarangan, serta nilai Bondres-nya tampak kental. Plotnya diatur, ada roman, ada pakem yang juga kuat, ada perang, dan ada lelucon.

"Ya... ibarat masakan, gambuh kami ada lalah manis-nya," kata Cerita. Perbedaan lainnya, semua penarinya laki-laki. Sementara pemeran Condong, Galuh dan Kakan-kakan di gambuh lain umumnya menggunakan penari perempuan, sedangkan di gambuh Singapadu diperankan laki-laki. (lun)
source: BP
 
.... pencoblosan Pilgub Bali (9/7) ... BERLANGSUNG DAMAI

(1) I Gede Winasa dan Alit Putra
images


Kuta, Prof. Dr.drg. I Gede Winasa lahir di Denpasar pada 9 Maret 1950 dari pasangan I Ketut Sama (alm) dan Ni Wayan Kosning (alm). Kini ia tinggal di Dusun Baler Bale Agung, Desa Tegal Cangkring, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana.

Riwayat pendidikan suami Ratna Ani Lestari SE MM ini, dimulai dari SD 1 Tegal Cangkring, Jembrana yang diselesaikannya tahun 1962.

Pendidikan SMP hingga SMA dilanjutkan di Jembrana yakni di SMPN 1 Penyaringan Jembrana (1965) dan SMAN 1 Jembrana yang diselesaikan tahun 1968.

Setamat SMA, ayah 4 orang anak ini melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga Surabaya hingga lulus tahun 1978.

Ilmu kedokteran gigi kemudian diperdalam Winasa hingga ke negeri Matahari Terbit, Jepang. Di Jepang, sempat mengikuti training, hingga menjadi mahasiswa peneliti di Universitas Hirosima, hingga tahun 1993. Gelar doktor atau strata 3 di bidang ini berhasil diraihnya di Universitas Airlangga pada tahun 1995.

Karier Winasa di dunia kedokteran gigi dimulai dengan menjadi dokter gigi di Puskesmas Benculuk Banyuwangi pada tahun 1978. Selanjutnya ia pindah tugas ke RSU Bangli, hingga menjadi Kasi Evaluasi Kanwil Depkes Bali tahun 1981 hingga 1987.

Di bidang pendidikan, Gede Winasa juga menjadi dosen sekaligus dekan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati, Denpasar tahun 1983 hingga 1992, hingga menjadi Guru Besar Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat di FKG Universitas Mahasaraswati Denpasar.

Di bidang organisasi, Winasa pernah menjadi Ketua berbagai organisasi mulai Ketua PDGI Cabang Bali, Ketua Yayasan Tat Twam Asi jembrana hingga Ketua DPC PDI P Jembrana periode 2003 hingga tahun 2008.

Sebelum mencalonkan diri sebagai Gubernur Bali, Gede Winasa merupakan Bupati Jembrana untuk 2 periode yakni 2005 hingga 2010.


I Gusti Bagus Alit Putra, SH, S. Sos, M.Si

I Gusti Bagus Alit Putra merupakan calon wakil Gubernur dari Gede Winasa yang diusung Koalisi Kebangkitan Bali atau KKB.

Suami dari Titing Suharti Alit Putra ini lahir di Tabanan pada 14 Agustus 1948.

Pendidikan di bangku sekolah dasar atau SD diselesaikan di kota Negara pada tahun 1961. Pendidikan di bangku SMP juga diselesaikan di kota Negara pada tahun 1964.

Kota Singaraja menjadi tempat bagi Alit Putra untuk merampungkan pendidikannya di bangku SMA, dan lulus tahun 1967. Lulus SMS, Alit Putra langsung masuk AKABRI Darat di Magelang dan lulus tahun 1972.

Karir militer ayah 3 orang anak ini dimulai sebagai Danton Yonif 403 di Jogjakarta. Selama bertugas di lingkungan Angkatan Darat, Alit Putra pernah bertugas di beberapa daerah seperti Cimahi, Bandung, Bali, hingga Timtim.

Selama karirnya di dunia militer, Alit Putra sudah meraih aneka penghargaan mulai Satya Lencana kesetiaan XXIV, Satya Lencana Seroja, Satya Lencana Pembangunan, Bintang kartika Ekapaksi Narayana, dan berbagai Tanda Jasa Kenegaraan lainnya.

Tahun 1990, kakek dari 7 orang cucu ini terpilih sebagai Bupati Badung. Jabatan ini dipegang selama 2 periode hingga tahun 2000.

Karirnya di pemerintahan berlanjut setelah terpilih sebagai Wakil Gubernur Bali periode 1999 hingga 2003.

Di luar karir militer dan birokrasi, Alit Putra juga pernah menjabat sebagai ketua dan pengurus sekitar 42 organisasi maupun Yayasan mulai Ketua Umum PSSI Bali (1996-1999), Ketua PMI Bali (2005 hingga sekrang), Ketua Umum Forki Bali (1999-2007), Ketua Umum Koni Bali (1999-Sekarang) hingga menjadi Ketua DPD Partai Demokrat Propinsi Bali. (Berbagai sumber)


(2) Cok Budi Suryawan dan Gede Suweta
images

Kuta, Tjokorda Gede Budi Suryawan atau yang lebih dikenal sebagai CBS merupakan calon Gubernur yang diusung oleh Koalisi Rakyat Bali atau KRB.

CBS lahir di Ubud, 13 September 1957 dari pasangan Tjokorda Gede Putra (alm) dan Anak Agung Istri putra Asmari (alm).

Pendidikan dasar atau sekolah dasar CBS dimulai di Ubud dan diselesaikan tahun 1965. Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas kemudian dilanjutkan di Denpasar hingga tamat tahun 1971.

Selanjutnya CBS melanjutkan pendidikan perguruan tinggi di Fakultas Hukum Unud hingga tamat tahun 1978.

Selanjutnya CBS menempuh program pasca sarjana di Univesitas Darul Ulun Jakarta, Sespa LAN di Jakarta, hingga pendidikan Lemhanas di Jakarta tahun 2001.

Karir suami Tjokorda Istri Putra Anitawati ini dimulai sebagai pegawai biro Setwilda Propinsi Bali tahun 1979 hingga 1980. Dalam karirnya di lingkungan Setda Propinsi bali, CBS juga sempat menjadi Sekretaris Pribadi mantan Gubernur Bali Prof. Ida Bagus Mantra.

Posisi puncak di lingkungan Pemerintah Propinsi Bali diraihnya pada tahun 1988, setelah menjabat sebagai Kepala Biro Protokol Setwilda Bali hingga tahun 1993.

Tahun 1992 hingga 1997, CBS terpilih sebagai Bupati Gianyar. Karena dianggap sukses memimpin Gianyar dengan berbagai programnya, pria dengan 3 putra ini kemudian terpilih lagi sebagai Bupati Gianyar untuk periode 1997 hingga 2002.

Usai menjabat sebagai Bupati Gianyar, CBS kemudian meneruskan karir politiknya sebagai anggota DPRD Propinsi Bali mulai tahun 2004 hingga sekarang. Selain itu, CBS juga menjabat Ketua DPD Partai Golkar Propinsi Bali tahun 2004 hingga sekarang.

Selama hidupnya, pria yang hobi membaca, olahraga, dan berkesenian ini sudah meraih berbagai tanda penghargaan. Penghargaan tertinggi yang pernah diraihnya yakni penghargaan Satya Lencana Pembangunan Bidang Pertanian dari Presiden RI, penghargaan Satya Lencana Wirakarya dari Presiden RI, serta berbagai penghargaan lainnya.


Brigjen Pol Drs. Njoman Gede Suweta, MH

Njoman Gede Suweta merupakan calon wakil Gubernur Bali dari cagub CBS, yang juga merupakan jago dari Koalisi Rakyat Bali. Gede Suweta lahir di Buleleng pada 1 Januari tahun 1951.

Pendidikan dasar atau sekolah dasarnya diselesaikan tahun 1964. Selanjutnya ia melanjutkan pendidikan hingga tamat SMA tahun 1970.

Setamat SMA, suami dari Lenny L.M Pollah ini kemudian melanjutkan pendidikannya ke Akademi Kepolisian atau AKPOL dan Lulus tahun 1974.

Karir Gede Suweta di kepolisian dimuali di tanah Papua, dengan menjadi Kasi Sabhara Korem 2102 Wamena. Karir tertinggi Gede Suweta di Papua sebagai Karo Ops Lantas Dak Kodak XVII Polda Irian Jaya.

Setelah dari tanah Papua, karir Suweta di kepolisian kemudian dilanjutkan ke berbagai wilayah di Indonesia mulai Nusa Tenggara, Sulawesi Tenggara, Jambi, Polda Bali, hingga Mabes Polri di Jakarta.

Di luar karir polisinya, Gede Suweta juga pernah menjabat sebagai Ketua Umum organisasi Perbakin.

Selama karirnya, pria dengan dua orang anak ini sudah meraih berbagai penghargaan seperti Satya Lencana Dharma Nusa, Satya Lancana Bintang Bhayangkara Nararya, Satya Lancana Kesetiaan 24 Tahun, dan berbagai penghargaan lainnya. (Berbagai Sumber)

(3) Mangku Pastika dan Puspayoga
images

Kuta, Made Mangku Pastika lahir di Desa Sanggalangit Buleleng pada 22 Juni 1951 dari pasangan I Ketut Meneng dan Ni Nyoman Kinten. Mangku Pastika merupakan anak kedua dari 6 bersaudara.

Sejak kecil, Made Mangku Pastika sudah akrab dengan kata miskin dan kemelaratan. Tahun 1963, pasca meletusnya Gunung Agung, ia sudah diajak keluarganya untuk bertransmigrasi ke Bengkulu.

Ayah dari Mangku Pastika, Ketut Meneng, ingin mengabdikan dirinya bagi dunia pendidikan di Bengkulu, meski saat itu ia sudah menjadi Wakil Pemilik Sekolah Dasar di Seririt Buleleng.

Di Bengkulu, Mangku Pastika hidup dalam kemiskinan. Niat kuat untuk bisa bersekolah akhirnya mengantarnya hingga ke Kota Bengkulu. Di kota ini Mangku Pastika bekerja sebagai pembantu rumah tangga di sebuah keluarga Tionghoa, meski usianya masih amat belia.

Pengalaman menjadi pembantu rumah tangga bagi seorang anak yang berumur 12 tahun, serta jauh dari kedua orang tua di daerah yang sangat asing dengan Budaya yang sangat berbeda, telah membentuk karakter Mangku Pastika menjadi pribadi yang meyakini kerja keras dan disiplin untuk mencapai sukses.

Dengan kemauan yang keras, Mangku Pastika akhirnya berhasil menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasarnya di SD No. 3 Bubunan.

Pendidikan SMP dilanjutkan di SMP IV Palembang dan pendidikan SMS dilanjutkan di SMS Negeri II Palembang. Setelah menamatkan pendidikan di SMA negeri II Palembang, Mangku Pastika mencoba melamar di AKABRI kepolisian, mengikuti jejak langkah langkah teman-teman sekolahnya, meskipun cita-cita awalnya ingin menjadi seorang guru seperti ayahnya.

Mendengar bahwa pendidikan di AKABRI adalah gratis dan bahkan akan mendapat uang saku,Mangku Pastika sebagai remaja yang hidup prihatin dan sederhana serta terbatas kemampuan ekonominya, berpikir pragmatis: yang penting dapat bersekolah secara gratis.

Setelah melalui berbagai tes ,ujian dan seleksi yang sangat ketat, Mangku pastika akhirnya diterima sebagai calon Taruna AKABRI Polisi dan selanjutnya menjalani pendidikan selama 4 (empat) tahun di Magelang dan Sukabumi.

Mangku Pastika pendidikan menamatkan AKABRI Polisi pada tahun 1974 dan melanjutkan latihan Brimob/Pelopor di Kelapa Dua,Bogor sampai pertengahan tahun 1975.

Penugasan pertama Mangku Pastika di dunia kepolisian adalah adalah sebagai Komandan Peleton 1 Kompi I,Batalyon B, Brimob Polda Metro Jaya yang berkedudukan di kelapa dua, Bogor.

Beberapa bulan kemudian, yaitu pada tanggal 05 Desember 1975, Mangku Patika beserta batalyonnya bertugas ke Timor Portugis (Timor-Timur). Mangku Pastika bertugas di Timor Portugis sampai Juli 1976, sesaat sebelum Timor Portugis bergabung dengan Republik Indonesia dan menjadi Propinsi ke-27 dengan nama propinsi Timor-Timur.

Sekembalinya dari Timor Timur,Mangku Pastika kembali bertugas di Kesatuan Brimob di Jakarta.

Pada tanggal 23 februari 1977, Mangku Pastika menikah dengan Ni Made Ayu Putri, adik Brigjen Pol. Made Swardana (rekan satu angkatannya di AKABRI). Dari pernikahan ini ia dikaruniai 3 orang anak.

Pada oktober1977, Mangku Pastika mendapat tugas baru sebagai ajudan menteri Pertahanan & Keamanan/Panglima ABRI, Jendral TNI Maraden pengabean, selama 4 (empat) tahun.

Penugasan menjadi ajudan Menteri ini berakhir ketika Mangku Pastika harus melanjutkan pendidikan ke PTIK untuk dapat meniti karir selanjutnya di lingkungan Polri.

Mangku Pastika menyelesaikan pendidikan di PTIK pada tahun 1984 dengan predikat lulusan terbaik dan selanjutnya bertugas di Polda metro jaya sebagai Kepala Sub. Dinas pencurian berat, Direktorat Reserse.

Tugas pokoknya adalah menangani kasus-kasus pencurian, perampokan,dan kejahatan keras lainnya. Satuannya terkenal dengan nama TEKAB (Tim Khusus Anti Bandit) yang bertugas siang malam di seantero Jakarta dan sekitarnya.

Dalam tugasnya, TEKAB melumpuhkan kelompok-kelompok penjahat kelas berat yang sering mengacaukan Jakarta Raya. Penugasan berikutnya adalah sebagai Kepala Unit Harat Benda Ditserse Polda Metro Jaya.

Selanjutnya Mangku Pastika diberi kepercayaan untuk menjabat Kapolsek Tambora Jakarta Barat sampai akhir 1987.

Selanjutnya Pastika pindah ke Ditserse Mabes Polri sebagai satuan penyidik Vice Control.

Pada tahun 1988, Mangku Pastika ditugaskan untuk ambil bagian pada misi pemeliharaan perdamain PBB di Namibia, Afrika Barat Daya, sebagai anggota kontigen Garuda IX selama 9 (sembilan) bulan. Di Namibia, Pastika bertugas di distrik Windhoek (ibukota Namibia) sebagai Commander untuk wilayah Katutura dan Komasdal.

Wilayah ini adalah wilayah yang senantiasa bergolak , karena merupakan basis kekuatan pro-independen dan kediaman para pemimpin kulit hitam,termasuk calon Presiden Namibia, Sam Nujona.

Penugasan di Namibia ini memberikan pengalaman yang sangat berharga bagi Pastika karena mendapat kesempatan untuk bergaul dan memimpin para polisi dari Berbagai bangsa dan negara.

Sekembalinya dari Namibia, Pastika mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan di SESKOAD (sekolah staf dan komando Angkatan darat) di Bandung pada 1990-1991 (selama 11 bulan).

Usai menempuh pendidikan di SESKOAD, Pastika bertugas di Ujung Pandang, sebagai Kepala Bagian Reserse Ekonomi, Polda Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara kurang lebih 8 (delapan) bulan.

Selanjutnya, pada akhir 1992 Pastika kembali bertugas di Mabes Polri sebagai kepala Satuan Penyidik Perbankan. Pada tahun itu pula Pastika mendapat kesempatan untuk melaksanakan pelatihan di Cranfild Inggris, tentang Counter Disaster, yang kemudian ternyata sangat berguna dalam menangani berbagai krisis atau dalam penugasannya selanjutnya.

Pada pertengahan 1993 Mangku Pastika kembali mendapat kesempatan belajar ke luar negeri yaitu ke Australia, di AFP College, Camberra dengan pokok bahasan Management of Serious Crime.

Selama di sekolah ini, Pastika menimba ilmu bersama para perwira senior AFP (Australia Federal Police) antara lain Mick Keetly, yang sekarang menjabat sebagai Commisioner AFP.

Hubungan baik dengan para perwira AFP ini ditambah dengan ilmu penyidikan kasus-kasus besar dan serius yang di pelajari di AFP Management College, telah memberikan kontribusi yang signifikan dalam pengungkapan dan penyidikan kasus bom Bali dan kasus-kasus terorisme yang lain.

Jabatan selanjutnya yang pernah diemban Pastika antara lain Kapolres Jakarta Barat (1994-19950), Wakil Asisten perencanaan & Anggaran Kapolda Metro Jaya (1996), hingga menempuh pendidikan di SESKO ABRI (1996-1997).

Tugas Mangku Pastika berikutnya adalah Kepala Departemen Kerjasama Internasional di NCB/ Interpol (1997), Direktur Reserse Ekonomi , Korserse Polri (1997-1999), tugas BKO Polda Tim-Tim (Juni 1999-oktober 1999), dan Direktur Reserse Pidana Tertentu Sekretaris NCB/interpol.

Penugasan Mangku Pastika berikutnya yang cukup berkesan adalah saat menjabat Kapolda Nusa Tenggara Timur pasca kerusuhan di Atambua.

Kapolri saat itu menugaskan Pastika untuk dapat menyelesaikan kasus Atambua yang menewaskan 3 (tiga) petugas UNHCR, pelucutan senjata para Milisi eks Tim-Tim, dan Kasus pengrusakan gedung DPRD NTT dalam waktu yang sesingkat - singkatnya, mengingat Indonesia mendapat tekanan internasional terutama dengan Keluarnya resolusi DK PBB.

Semua tugas berat tersebut terselesaikan dengan baik.DK PBB merasa puas dan resolusi Pun dicabut. Situasi keamanan berangsur-angsur pulih dan kehidupan masyarakat kembali normal.

Setelah bertugas kurang lebih 4 (empat) bulan sebagai Kapolda NTT, kembali terjadi masalah keamanan di Irian Jaya (sekarang papua ). Seluruh Muspida Propinsi (kecuali Gubernur Jaap Salosa tewas dalam suatu kecelakaan pasawat terbang, termasuk Pangdam dan Kapolda Irja (Alm. Irjen Pol. FX. Sumardi).

Di saat bersamaan terjadi penyanderaan terhadap karyawan PT Korindo(ada beberapa orang Korea) oleh kelompok Organisasi Papua Merdeka, di bawah pimpinan Willem Onde di Wilayah Merauke, Irja.

Kapolri kembali menugaskan Mangku Pastika menuju Irian Jaya untuk menjabat sebagai Kapolda dengan tugas pertama membebaskan para sandera, bekerja sama dengan Pangdam Trikora Mayjen Mahidin Simbolon. Dalam waktu singkat para sandera dapat dibebaskan dalam keadaan selamat.

Selama menjabat Kapolda Papua, Pastika dihadapkan pada beberapa persoalan besar seperti terbunuhnya Ketua Presidium Dewan Papua Theys Eluway pada 10 November 2001, gejolak sosial dan politik sebagai ekses demokratisasi dalam era reformasi, seperti isu nama Papua dan bendera Bintang Kejora, pelanggaran HAM, dan pengurasakan lingkungan hidup, penentangan atas isu Otsus Papua, sampai kepada peristiwa penyerangan terhadap PT Freeport yang mengakibatkan tewasnya 2 (dua) warga Amerika Dan 1 (satu) WNI.

Saat menyidik kasus terakhir inilah, terjadi peristiwa besar Bom Bali 12 Oktober 2002. Ini merupakan momen yang telah mengubah awal hidup seorang Mangku Pastika..

Kapolri waktu itu, Jendral Pol. Drs. Dai Bachtiar memerintahkan Mangku Pastika untuk segera berangkat ke Bali, memimpin penyidikan kasus besar dan menarik Perhatian dunia tersebut. Pastika tiba di Bali pada tanggal 17 Oktober 2002 malam dan langsung ke TKP di Jalan Legian Kuta Bali.

Bersama tim yang di bentuknya yang terdiri dari anggota Polri dari seluruh Indonesia yang berjumlah kurang lebih 500 orang dan 200 polisi / ahli dari mancanegara seperti: Australia, Amerika Serikat, Perancis, Jerman, Jepang, Selandia baru, melaksanakan penyelidikan dan penyidikan secara professional, hingga kasus besar ini akhirnya berhasil dibongkar dan menangkap para pelakunya.


Drs Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga

Anak Agung Gede Ngurah Puspayoga lahir di Denpasar Bali pada 7 Juli 1965. Pendidikan dasar Puspayoga ditempuh di SD 10 Denpasar kemudian dilanjutkan ke SMP 1 Denpasar dan SMA 1 Denpasar. Setamat SMA, Puspayoga kemudian melanjutkan kuliah di Universitas Ngurah Rai Denpasar.

Karir politik Puspayoga dimulai dengan menjadi pengurus Desa PDI tahun 1982 hingga menjadi Wakil Ketua DPC PDI Kota Denpasar.

Di bidang organisasi, Puspayoga pernah menjadi Pengurus Sekaa Teruna Teruni Denpasar, Pengurus Senat Mahasiswa Universitas Ngurah Rai hingga menjadi Ketua DPC PDI Perjuangan Kota Denpasar.

Setelah kelahiran PDI Perjuangan, karir politik suami IGA Bintang Dharmawati ini semakin menanjak hingga terpilih sebagai Ketua DPC PDI Perjuangan Bali Kota Denpasar.

Dari Ketua DPC PDIP Kota Denpasar, Ayah satu putra ini akhirnya terpilih sebagai Ketua DPRD Kota Denpasar hingga akhirnya menjadi Walikota Denpasar untuk periode 2000-hingga sekarang. (Berbagai Sumber)

-------- oOo -------
sourcer: BB

.... pencoblosan Pilgub Bali (9/7) ...
BERLANGSUNG DAMAI
PESTA demokrasi Pilgub Bali 2008 telah usai. Pasangan Made Mangku Pastika-Anak Agung Puspayoga yang disingkat Pasti-Yoga akhirnya untuk sementara keluar sebagai pemenang. Patut disyukuri, pilgub dengan serangkaian prosesnya sudah berlangsung cukup fair. Masing-masing kandidat berikut tim suksesnya mampu menahan diri sehingga menghasilkan pilgub yang aman dan damai.

HASIL TERAKHIR : 16 JULY 2008


winasa.jpg
cbs.jpg
pastika.jpg

===18,25%====== =====26,74%==== ====55,01%====

Adapun tingkat partisipasi warga Bali dalam pemilihan langsung gubernur ini mencapai 72.5 persen. Hasil Pilkada Bali ini tidak berbeda jauh dengan hasil quick count alias hitung cepat yang juga memenangkan pasangan Mangku Pastika-Puspayoga

Made Mangku Pastika dan AA Ngurah Puspayoga ditetapkan sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah Bali terpilih tahun 2008. Penetapan itu diambil dalam Sidang Pleno KPUD Bali, Rabu (16/7).

Hasil rekapitulasi suara Pilkada Bali, Made Mangku Pastika-Puspayoga menang dengan suara 1.087.910 (55,01%), Cokorda Budi Suryawan-Suweta 527.861 suara (26,74%) dan Winasa-Alit Putra 360.724 suara (18,25%).
 
Wayang Kamasan

SIAPAKAH yang pertama kali menciptakan wayang?

Di manakah pertama kali "gambar" tokoh-tokoh wayang itu lahir? Apakah di Jawa atau di Bali? Saya sering terusik oleh pertanyaan ini, tetapi tak pernah menemukan jawaban yang memuaskan.

Cobalah kita pikirkan, tokoh-tokoh yang ada dalam epos Mahabharata dan Ramayana, misalnya, pertama-tama tentu kita bayangkan wajahnya dari cerita tertulis yang berupa sloka, syair, maupun yang sudah berbentuk prosa. Arjuna itu ganteng dan lembut, Bima itu keras dan tegap, Duryodana sombong dan beringas. Begitu pula karakter pada epos Ramayana, Rama itu ganteng dan lembut, Rahwana itu keras, beringas dan berwajah raksasa. Tetapi, siapa yang pertama kali menggambar secara visual karakter-karakter itu menjadi wayang, sehingga apa yang kita kenal selama ini menjadi sesuatu yang seragam? Pasti ada, kalau tidak kita akan menemukan Arjuna yang berbeda-beda di setiap wilayah.

Mungkin wayang itu lahir di Jawa, barangkali masa-masa Kerajaan Majapahit atau sebelum itu. Kemudian dibawa ke Bali dengan sedikit-sedikit mengalami perubahan pada wajah, konon lebih disesuaikan dengan gambaran manusia, sementara wayang di Jawa lebih pada simbol-simbol. Nah, ketika ada perubahan di Bali, siapa yang menciptakan Arjuna, Bima, Rahwana dan semuanya itu? Pasti ada orang atau sebuah komunitas tertentu yang melakukannya dengan serius. Dari orang (atau komunitas) ini menyebar ke seluruh Bali. Kalau tidak demikian, bagaimana mungkin keseragaman itu terjadi. Jangan-jangan Arjuna di Gianyar berbeda dengan Arjuna di Tabanan.
Kita tidak bisa melacak hal-hal begini karena memang kesadaran kita di masa lalu kurang dalam hal dokumentasi. Namun, satu hal yang pasti adalah kita sebagai penikmat seni dan budaya, sangat fanatik pada penggambaran seperti yang sudah ada itu. Kita tak bisa menerima kalau misalnya Bima tiba-tiba menjadi tokoh yang lembek, apalagi menjadi tokoh yang kalah. Bima harus selalu perkasa dan harus selalu menang.

Di Jawa, fanatisme itu bahkan lebih tinggi daripada Bali. Para pelukis wayang di Jawa tidak mau menggambar tokoh wayang dengan tiga dimensi. Ia selalu menggambar dengan satu sisi saja, ya... seperti yang ada pada wayang kulit itu. Bagaimana pun modernnya situasi yang mau digambar, jika ada tokoh wayang di sana, wayang itu tetap digambar satu sisi seperti wayang kulit.
Saya pernah akrab dengan seorang pelukis kaca dari Muntilan, yang gambar-gambarnya sering menyindir situasi terakhir. Misalnya ada Semar dan anak-anaknya Gareng, Petruk, Bagong menonton televisi. Pada layar televisi tidak diisi cat apa pun sehingga tetap transparan. Di situ tinggal ditempel gambar yang dikehendaki, kalau dipasang gambar adegan film, nampak keluarga Semar lagi menonton sinetron. Saya kemudian minta versi lain, bukan keluarga Semar tetapi keluarga Pandawa yang seolah-olah menonton televisi. Pelukis itu mau membuatnya. Tetapi, ketika seminggu kemudian saya mengambilnya, Pandawa yang di lukisan kaca itu tetap saja berjejer seperti jejeran wayang kulit, bukan tiga dimensi. Ketika saya tanya, kenapa begini, pelukis itu menjawab: "Saya tidak berani menggambar wayang dengan posisi yang lain. Posisi tokoh-tokoh ini tak bisa diubah sedikit pun."
Ternyata hal seperti ini juga berlaku pada pelukis lainnya yang menggunakan media batik dan kanvas. Kalau ada wayang (Jawa) di sana, pastilah bentuknya tak pernah berubah dari satu sisi itu. Kecuali komik, dan ini pun katanya lebih banyak dibuat oleh orang-orang Sunda.

***

Pelukis Bali lebih bebas menggambar wayang. Meski karakter wayang tetap dijaga, adegan-adegan tetap bisa digambarkan dalam lukisan. Tampak depan, tampak samping, menunduk, tidur, atau melakukan berbagai kegiatan, bisa divisualkan dengan semestinya. Termasuk ekspresinya. Seperti yang kita lihat pada lukisan wayang gaya Kamasan. Adegan apa pun bisa dibuat sesuai cerita yang mau ditampilkan pelukisnya.

Lukisan wayang gaya Kamasan pada awalnya menampilkan sepotong cerita. Jauh sebelum itu bahkan hanya simbol-simbol yang melukiskan berbagai dewa dalam mitologi Hindu yang menceritakan tentang hari baik, pengaruh peredaran bulan terhadap kelahiran seseorang, dan sebagainya.
Dewa-dewa dalam mitologi Hindu itu diambilkan dari gambar wayang. Lukisan inilah yang sering disebut sebagai lukisan klasik Kamasan. Orang dengan mudah bisa membedakan, mana gaya Kamasan yang mana tidak hanya dengan melihat adegan dalam kanvas itu.

Tetapi belakangan gaya Kamasan ini sudah mulai ditiru seiring dengan permintaan pasar. Sementara itu bahan-bahan yang dipakai melukis juga sudah modern seperti cat, padahal dulu warna alami itu datang dari atal, kencu, ancur dan sebagainya. Produk lukisan itu pun tidak lagi terbatas untuk keperluan ritual seperti langse atau pangider-ider. Lukisan Kamasan sudah menjadi barang pajangan seperti halnya lukisan-lukisan yang lain.

Kini muncul kreativitas baru yang tidak terkungkung pada kanvas, misalnya, dengan menggunakan media kayu atau bambu. Penggunaan media ini sebenarnya sudah dilakukan di banyak tempat. Ukiran dari kayu banyak menghias rumah-rumah, apakah itu berdiri sendiri sebagai "sebuah lukisan" atau untuk hal-hal yang fungsional seperti daun pintu, jendela dan lubang angin. Namun yang muncul dari Kamasan bukan sekadar ukiran, tetapi sebuah corak (style). Atau lebih khusus lagi, style khas Kamasan yang sudah populer itu, berupa adegan dari tokoh-tokoh wayang yang membentuk sepotong cerita. Dengan kata lain, lukisan wayang Kamasan yang boleh dikatakan klasik itu, kini berpindah ke media kayu dan bambu.

Masalahnya, apakah generasi muda pelukis Kamasan masih tetap menangkap roh yang ada pada para pendahulunya? Antara lain filosofi cerita yang mau ditampilkan, dan juga keragaman flora yang menjadi latar belakang dari "gambar" wayang itu. Ini yang masih menjadi tanda tanya, karena pengaruh pasar bisa saja memudarkan semuanya itu. Tetapi kalau roh klasik Kamasan tidak diwariskan, apa bedanya dengan ukiran wayang di Batuan, atau bahkan di Desa Kapal? * Putu Setia
source: Balipost

apa jadinya kalau sampai Dipatenkan Orang Asing juga ???
 
Sabtu Malam Besok Gunarsa 'Ngupah' Wayang Cenk Blonk

Maestro seni lukis Bali Drs. Nyoman Gunarsa tak henti-hentinya menggemakan pentingnya UU Hak Cipta bagi masyarakat Bali, khususnya yang bergerak di bidang seni budaya. Setelah beberapa kali ngupah atau menggelar wayang Cenk Blonk, Gunarsa kembali mementaskan kesenian favorit masyarakat Bali dengan dalang Wayan Nardayana ini pada Sabtu (12/7) besok di Lapangan Puputan Badung, Denpasar. Pementasan terbuka untuk umum itu dimulai pukul 21.00 wita.

Menurut Nyoman Gunarsa didampingi Ron Jenkins, profesor seni teater asal Universitas Wesleyan, Conecticut, AS, wayang ternyata sangat ampuh memasyarakatkan UU Hak Cipta karena sangat komunikatif dengan penonton serta dibumbui banyolan-banyolan segar.

Dia sengaja mementaskan wayang Cenk Blonk bertemakan "Karmaphala" mengingat belakangan ini kasus pelanggaran hak cipta maupun hak paten marak lagi, seperti yang dialami para perupa, perajin perak, desain pakaian, seni budaya memasak, termasuk dipatenkannya karya leluhur bangsa oleh orang luar.

Walau pemerintah telah mengeluarkan UU dalam upaya melindungi rakyat dari sistem pembajakan yang makin canggih, tetapi dalam pelaksanaannya masih mengalami kendala, akibat faktor SDM aparat serta praktik KKN yang masih membudaya di Indonesia.

"Dengan dibentuknya Timnas HaKI oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, kita berharap mampu menegakkan UU itu, sehingga memulihkan citra Indonesia di luar negeri yang dikenal sebagai bangsa pembajak," tegas Gunarsa.

Dia berharap supaya pemerintah pusat, terutama Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), benar-benar menegakkan UU Hak Cipta dengan mengungkap kebenaran fakta serta menjauhkan diri dari kepentingan seseorang atau kelompok. Termasuk menghilangkan kesan bahwa hukum bisa dibeli dengan segala cara.

Dalam kesempatan itu, Gunarsa dan Ron Jenkins menyampaikan rencana menerbitkan buku berjudul "Rwa Bhineda". Buku setebal 200 halaman ini berisikan tentang kepalsuan dan kebenaran dalam kasus hak cipta Nyoman Gunarsa yang "dikalahkan" oleh Pengadilan Negeri Denpasar.

Tetapi, JPU kemudian melaksanakan kasasi ke MA, sehingga Gunarsa harus menunggu putusannya sampai sekarang. Buku edisi mewah ini dicetak dalam tiga bahasa yakni Bali, Indonesia dan Inggris. "Bila buku ini dibaca oleh dunia, kami berharap bisa menolong reputasi Indonesia bahwa kita adalah bangsa beradab dan berbudaya, bukan bangsa penjiplak," ujar Gunarsa.

Mengenai terpilihnya calon pemimpin Bali lima tahun ke depan, Gunarsa berharap supaya jangan sampai mengabaikan UU Hak Cipta, mengingat UU ini sangat menentukan kreativitas dan nasib seniman. Untuk itu, pemerintah daerah maupun pusat mulai sekarang menginventarisasi warisan budaya maupun ciptaan seniman, sehingga tidak diakui atau dipatenkan oleh pihak-pihak di luar negeri. "Kalau pemerintah mengabaikan UU Hak Cipta, berarti juga merugikan nama baik serta legitimasi pemerintah itu sendiri," tandas Gunarsa. (ian/*)
source: BP
 
'Pelebon' di Puri Ubud Jadi Atraksi Wisata

Libatkan Delapan Ribu Pengusung

Prosesi pelebon (kremasi) penglingsir Puri Ubud, almarhum Tjokorda Gede Agung Suyasa, 15 Juli mendatang akan menjadi atraksi wisata yang besar. Hal ini menjadi pertunjukan budaya bagi wisatawan asing maupun domestik yang berkunjung ke Bali. Demikian diungkapkan Director General for Marketing, Menbudpar, Dr. Sapta Nirwandar, di Ubud, Jumat (11/7) kemarin.

Sebagai prosesi upacara yang mempunyai nilai budaya yang tinggi, hal ini tidak dijumpai dengan mudah dalam kehidupan masyarakat sehingga prosesi pelebon Puri Ubud yang menggunakan nagabanda dijadikan ajang mempromosikan pariwisata Bali. Sehingga untuk kepentingan pariwisata Bali, pihak Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata membuka Pusat informasi upacara kremasi keluarga Kerajaan Ubud.

Keluarga Puri Ubud, Tjok. Raka Kertiyasa mengatakan apa yang dilakukan oleh Menbudpar adalah merupakan yang pertama kali di Ubud. Hal ini merupakan kerja sama antara pemerintah dengan masyarakat. Dalam prosesi pelebon nanti, sedikitnya 8.000 orang akan terlibat dalam mengusung bade, lembu dan nagabanda. Jumlah pengusung tersebut akan mengusung bade setinggi 28,5 meter dengan sembilan tumpang.

Tempat jenazah (bade) yang mengantarkan jenazah almarhum ke kuburan ini akan diusung oleh 250 orang yang diestafet setiap 150 meter, sepanjang jalan menuju Kuburan Dalem Puri Ubud. Belum lagi pengusung nagabanda, lembu, serta bade satunya lagi sebagai tempat jenazah dari keluarga puri, almarhum Tjokorde Gede Raka, serta abu Desak Raka yang jenazahnya telah dikremasi Desember lalu.

Sementara Jubir Keluarga Puri Ubud, Tjok. Krishna Sudharsana, mengatakan pelaksanaan upacara pelebon di Puri Ubud meminta bantuan aparat keamanan untuk membantu melancarkan pelaksanaan proses pelebon nanti. Terutama dalam hal pengaturan lalu lintas serta akses-akses tersebut.

Sementara sore kemarin, proses pembuatan bade di sebelah barat Puri Ubud menjadi daya tarik wisata yang berkunjung ke Ubud. Dua bade yang dibuat megah ini menjadi perhatian tamu yang lewat. Demikian pula keberadaan lembu di sebelah selatan Puri Ubud. Sedangkan untuk nagabanda akan dijemput dari merajan Puri Peliatan, 13 Juli. Untuk Yajamana karya yang sekaligus sebagai pemanah nagabanda adalah pedanda dari Geria An, Klungkung. (kmb16)
source: BP
 
Supershow Kolosal 2008 akan Gebrak Bali

Setelah sukses menggelar pementasan kolosal di sepuluh negara di dunia, kini Jepang memilih Indonesia-Bali sebagai tempat untuk menggelar pementasan yang bertajuk Supershow 2008. Pementasan akan digawangi oleh seniman besar dunia dari Jepang, Yamamoto Kansai. Kegiatan ini akan digelar pada tanggal 6 Desember 2008 di GWK, yang akan di-manage oleh PT Global Promindo, badan usaha swasta yang bergerak di bidang promosi ke luar negeri.

Kegiatan ini terselenggara sebagai bentuk peringatan 50 tahun kerja sama diplomatik antara Indonesia dan Jepang. Dari berbagai kegiatan yng telah digelar di Indonesia, sebagai penutup acara akan digelar pementasan kolosal Supershow 2008, sebagai pergelaran kolaborasi antara Jepang dan Indonesia, khususnya Bali. Ciri khas dari supershow di antaranya kedekatan atau tidak ada jarak antara penonton dan penari. Konseptor pementasan Yamamoto Kansai akan menampilkan karya yang lain dari biasanya, di mana penonton berbaris memegang obor membentuk obor raksasa, yang berfungsi sebagai cahaya penerang pertunjukan.

Kemudian terdapat perang bambu dari Akita, dilanjutkan dengan parade penari Bali, disusul dengan pembawa penjor, ogoh-ogoh dengan bentuk Naga dan Harimau sebagai lambang identitas masing-masing negara, yang total melibatkan 1200 pemain. Dilanjutkan dengan penebaran kertas emas dari udara. Selain itu juga akan tampil dua artis ternama dari masing-masing negara yang akan menaiki gajah. Indonesia diwakili oleh penyanyi Agnes Monica, sementara dari Jepang oleh penyanyi Lee Anna.

Tantowi Yahya, selaku Presiden Direktur PT Global Promindo saat melakukan penjajakan ke ISI Denpasar mengungkapkan, kostum para pemain Indonesia menggunakan tekstil dan batik original dari Indonesia dengan desainer Iwan Tirta. Sementara kostum pemain Jepang akan didesain oleh Yamamoto Kansai. Tantowi menambahkan untuk mendukung kesuksesan acara ini maka pihaknya akan menggandeng ISI Denpasar sebagai salah satu lembaga seni yang profesional. ISI Denpasar diberi kepercayaan untuk menyediakan tenaga penari profesional berjumlah 1.200 orang.

Sementara Pejabat Rektor ISI Denpasar, Prof. Dr. I Wayan Rai, S, M.A., menyambut baik kerja sama ini dan siap membantu serta mendukung untuk kesuksesan acara Supershow 2008 tersebut. Rombongan diterima langsung oleh Pejabat Rektor ISI Denpasar, PR II, PR IV ISI Denpasar, Dekan FSP, serta dosen di lingkungan ISI Denpasar. (r/*)
source : BP
 
Masa Depan PKB

Tahun depan PKB akan dikerjakan oleh gubernur Bali yang baru.
Akankah PKB tetap begini-begini?
Bisa jadi ya, jika yang mengelola PKB itu instansinya sama, orangnya sama, tempatnya sama, lebih-lebih lagi kalau namanya sama: pesta kesenian.

Pada pembukaan PKB ini dilangsungkan Kongres Kebudayaan Bali, sebuah acara yang memakan biaya besar dengan hasil yang tidak kelihatan sama sekali. Tadinya saya menduga hasil Kongres Kebudayaan ini ada gemanya di dalam PKB, ternyata tidak ada pengaruhnya.

PKB yang hari ini berakhir, ada atau tak ada Kongres Kebudayaan, tetap seperti PKB yang dulu. Pesta kesenian yang ditujukan untuk rakyat menengah ke bawah, bukan pesta kesenian untuk menampilkan seni-seni puncak. Pesta seni yang dicampur-baurkan dengan 'pasar malam', bahkan pasar itu sendiri lebih diutamakan daripada pertunjukan seninya, terbukti penonton yang memasuki areal PKB diputar-putar dulu ke para pedagang. Bagaimana mengharapkan pesta seni ini ditonton oleh pengamat seni, kalau ia harus melewati jejeran pedagang yang justru bertentangan dengan hakikat cipta seni itu sendiri. Misalnya, ada pedagang menjual VCD bajakan, ada stan perjudian, semuanya itu menjadi aneh kalau PKB mau dijadikan arena kesenian yang bergengsi, apalagi dibuka oleh Presiden.

Gubernur Bali yang baru dan wakilnya diharapkan bisa melakukan evaluasi terhadap PKB ini. Yang pertama harus dilakukan adalah apakah di Bali perlu ada event kebudayaan yang bergengsi sampai dirasa perlu mengundang Presiden untuk membukanya. Kalau perlu tentu bukan PKB yang ada selama ini, tetapi sebuah pesta budaya yang betul-betul mengangkat seni budaya adiluhung. Kalau ada peserta tamu harus diseleksi ketat. Tempat pertunjukan juga bergengsi sehingga penonton pun punya 'kelas'. Seorang pengamat seni atau pelaku budaya -- bahkan wartawan kebudayaan sekalipun -- tentu kurang enak menonton pertunjukan melewati pedagang kaki lima.

PKB bisa saja tetap berlangsung tetapi 'kelasnya' turun menjadi pesta rakyat. Ia bisa tetap berlokasi di Art Centre, karena terjemahan Art Centre dalam bahasa Indonesia adalah Pusat Kesenian. Betul-betul salah kaprah kalau Art Centre selama ini disebut Taman Budaya, karena Taman Budaya umumnya menggunakan bahasa Inggris Cultural Centre atau Cultural Park. Di PKB nanti dipanggungkan kesenian seperti yang ada selama ini, joged bumbung yang sedikit erotis, ngelawang, drama gong yang isinya banyolan belaka, termasuk kesenian langka yang asal ditampilkan kembali.

Ada pun nanti pada Pesta Kebudayaan Bali atau Pekan Budaya Bali (silakan membuat nama) betul-betul dipertunjukkan seni yang dihasilkan oleh olahan kreatif seniman unggulan. Nanti pada Pekan Budaya Bali, misalnya, akan ada pameran lukisan dari pelukis ternama di Bali, ada fragmen tari hasil olahan lulusan seniman tari, ada pemutaran film hasil sineas Bali, termasuk tentu saja seni modern seperti teater, instalasi, kolaborasi dan sebagainya. Nah, ajang ini yang dibuka oleh Presiden dan kalender acaranya disebar beberapa bulan sebelumnya. Pada saat itulah Bali akan benar-benar menyandang Pulau Budaya.

Awal-awalnya, PKB seperti itu maunya, yakni menampilkan karya-karya puncak seniman Bali. Jika ada fragmen tari digarap dengan serius, pada pameran lukisan berkumpul pelukis maestro, pertunjukan teater pun digelar dengan semangat tinggi. Jadi, kesenian yang berbau 'modern' tak pernah dilupakan. Putu Wijaya dengan Teater Mandiri-nya berkali-kali pentas. Begitu pula teater tamu dari luar Bali, dan tentu saja teater dari Bali sendiri. Sekarang, dengan keadaan PKB seperti ini, grup teater mana yang mau tampil?

Pada akhirnya PKB betul-betul kehilangan kesempatan untuk menampilkan kesenian adiluhung dan kehilangan gereget menampilkan kesenian yang lebih bergengsi -- yang ditonton dengan olah batin. Pertunjukan teater (dalam pengertian drama nasional) pada PKB kali ini bahkan tak ada sama sekali. PKB tahun lalu masih bisa 'membujuk' grup teater dari Kampung Seni Banyuning untuk mementaskan 'Menunggu Godot'. Sekarang tidak lagi, namun masih bersyukur seniman Buleleng 'mau' menampilkan pembacaan sastra modern. Lalu ke mana seniman-seniman dari daerah lain, terutama Denpasar dan sekitarnya?

Jika teater yang pernah diparadekan kini tak ada, jangankan pemutaran film karya sineas Bali. Bahkan para pelukis Bali pun tak merasa berkepentingan ada PKB atau tidak. Ironisnya, kesenian yang berbau tradisi daerah juga kehilangan 'semangat tampil' dengan mengubah format pertunjukan. Lomba Gong Kebyar diganti menjadi parade, dengan begitu tak ada kreativitas puncak untuk mengharapkan gelar 'yang terbaik'. Lalu di mana rangsangan berkreasi itu? Bagaimana bisa menumbuhkan kreativitas?

Sekali lagi, harapan kita tertuju kepada gubernur Bali yang baru, mau dijadikan apa PKB ini. Kalau PKB tetap menjadi Pusat Kegiatan Berdagang dengan selingan pertunjukan kesenian seperti sekarang, boleh-boleh saja. Ini memang bisa menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat Bali, buktinya setiap malam ramai. Cuma, Pemerintah Daerah Bali tak perlu mengeluarkan dana sampai Rp 4 milyar, serahkan pengelolanya kepada swasta, Pemda Bali malah dapat untung. PKB seperti ini bisa dijadikan sumber PAD (Pemasukan Asli Daerah), seperti halnya Jakarta Fair, Sekatenan Yogya, Pameran Pembangunan Semarang, dan sebagainya. Lalu, dana 'pos kebudayaan' yang selama ini diboroskan untuk PKB bisa untuk membuat event budaya yang mengangkat Bali menjadi Pulau Budaya. * Putu Setia
source: BP
 
Forecast Denpasar* 24-29 C dan BERAWAN

INFO : Bali Ukir Sejarah --- Pertama Kali Tembus 10 Besar

Kontingen Bali mengukir sejarah pada arena PON XVII/2008 di Kaltim dengan menembus posisi 10 besar klasemen perolehan medali. Baru kali ini tim Pulau Dewata mampu masuk 10 besar nasional.

"Jika posisi perolehan medali seperti sekarang, berarti sejarah baru buat Bali, karena kali pertama masuk sepuluh besar sejak pelaksanaan PON di Tanah Air," ujar Ketua Kontingen Bali IGK Adhiputra di Samarinda, Rabu (16/7) kemarin.

Bali bercokol di posisi tersebut setelah adanya tambahan dua emas dari cabang pencak silat lewat I Wayan Sudarmawan yang mengalahkan Dwi Priyono (Banten) 5-0 dan Tuti Trisnayanti yang berhasil menggilas Permata Kemalasari (Sultra) 5-0 pada final kemarin. Dengan keberhasilan tersebut, perolehan medali sementara Bali adalah 16 emas, 18 perak dan 26 perunggu.

Sementara Ketua Pelatda PON Bali Nengah Sudiartha mengatakan atletnya sudah mampu memenuhi target 15 medali emas yang dipatok Ketua Umum KONI Bali IGB Alit Putra. Sudiartha sendiri menargetkan meraih 18 emas.

Cabang yang targetnya meleset, menurut dia, adalah pencak silat dan tinju akibat faktor nonteknis. Sudiartha menyebut pesilat Suparniti di nomor laga, pesilat nomor seni beregu putra dan putri serta petinju Yulio Bria. 'Mereka gagal lantaran kendala nonteknis,' ucapnya ditemui di Balikpapan.

Sebelum bertolak ke Kaltim, ia sudah mewanti-wanti supaya atlet menyiapkan diri secara matang. Porsi latihan haris lebih dari atlet daerah lain. 'Soalnya kalau unggul tipis akan susah untuk memenangkan pertandingan. Jadi, syaratnya harus menang mutlak dan poinnya terpaut jauh,' tegasnya.

Cabang lain yang gagal memenuhi target adalah tembak yang mematok 3 emas hanya berhasil menggondol 2 emas, sedangkan golf gagal mempersembahkan emas. Sebaliknya, tarung derajat yang tidak memasang target emas, justru mendapat satu emas dari kelas 71 kg ke atas (bebas) dan atletik yang mematok 1 emas mampu meraup 2 emas.

Wakil Ketua I KONI Bali Ida Bagus Antara menambahkan, sukses menembus peringkat 10 besar adalah berkat berjalannya program latihan dalam pelatda desentralisasi selama enam bulan dan sentralisasi tiga bulan. 'Atlet berlatih dan bertarung sungguh-sungguh untuk mempersembahkan medali bagi Bali,' ucapnya.

Kontingen Bali yang berkekuatan 233 atlet dari 33 cabang olah raga, mengikuti perhelatan PON XVII hingga acara penutupan Kamis (17/7) ini. Rombongan dijadwalkan bertolak menuju Denpasar pada Jumat (18/7) malam. (022)
source: BP
 
Terpilih, 10 Finalis Puteri Bali 2008

Pemilihan Puteri Bali 2008 kembali digelar. Dari 48 peserta yang masuk, 16 dinyatakan lulus verifikasi awal. Ke-16 peserta tersebut dinyatakan berhak untuk mengikuti kegiatan seleksi tahap awal di Hotel Puri Santrian, Sanur. Dari tahapan ini, dewan juri yang terdiri dari Ny. Putu Gede Wardana, Retno IG Kusuma, P.G. Wiwien Gunawasika, Royke Suatan dan Puteri Bali 2007 Fransisca Lidyawati menetapkan 10 finalis.

Menurut P.G. Wiwien Gunawasika, untuk pemilihan Puteri Bali 2008, pihak panitia menetapkan standarisasi materi penilaian yang semakin ketat. "Hal ini dilakukan untuk kepentingan output calon finalis, finalis dan tentunya kandidat Puteri Indonesia 2008 daerah Bali. Dari sini, setidaknya dapat dimunculkan duta pariwisata yang berkualitas," jelas Wiwien.

Selanjutnya, para finalis akan mengikuti kegiatan pembekalan yang akan diselenggarakan pada 19-22 Juli 2008. Selama masa pembekalan, para finalis akan mendapatkan motivasi dari pembicara-pembicara yang berasal entrepreneur, birokrat, desainer dan praktisi. Pemilihan Puteri Bali 2008 merupakan kegiatan pemilihan untuk ke-7 kalinya, kerjasama Panitia Pemilihan Puteri Bali dan Wien Production, Pemprop Bali, Kelompok Media Bali Post serta Yayasan Puteri Indonesia.

Wiwien menambahkan, mereka yang ingin mendapatkan informasi kegiatan ini dapat menghubungi Panitia Pemilihan Puteri Bali 2008 via nomor 0361-7420200. (bns)



10 Finalis Puteri Bali 2008

1. Nagarani Sili Utami (Singaraja)

2. I Gusti Ayu Kamaratih (Denpasar)

3. A.A. Istri Ariesa Sanissara (Denpasar)

4. Ayu Diandra Sari (Denpasar)

5. Ni Luh Ayu Maha Widyanti (Denpasar)

6. Ni Nyoman Krisna Kumalayani (Denpasar)

7. Putu Mida Anggira Wulansari (Denpasar)

8. Ani Dwi Handayani (Denpasar)

9. Luh Merry Dyanthi (Denpasar)

10. I Gusti Ayu Ari Dwi Astuti (Denpasar)

*source: BP
 
Ketika Pariwisata Diakui sebagai Ilmu Murni

Kendati menurut sejarahnya kegiatan pariwisata telah dikenal sejak abad ke-11, namun pengakuan sebagai sebuah ilmu murni baru terjadi belakangan ini. Bahkan, di Indonesia baru diakui secara resmi sebagai ilmu pada tahun 2008 ini. Itu pun setelah melalui perdebatan yang memakan waktu lebih dari 20 tahun. Sebuah ironi? Tidak juga, karena ada alasan ilmiah yang menjadi kendalanya. Mengapa begitu berlarut-larut? Lantas, apa konsekuensi dan implikasinya bagi dunia pendidikan pariwisata di Indonesia?


TANPA banyak publikasi, peristiwa penting terjadi pada pengujung Maret 2008 lalu. Saat itu terbit surat dari Dirjen Dikti Depdiknas No.947/D/T/2008 dan 948/D/T/2008 yang ditujukan kepada Menbudpar yang secara eksplisit menyebutkan bahwa Dirjen Dikti dapat menyetujui pembukaan jenjang Program Sarjana (S-1) dalam beberapa program studi pada STP Nusa Dua Bali dan STP Bandung.

"Dengan diizinkannya pembukaan program studi jenjang sarjana ini, berarti pula adanya pengakuan secara formal bahwa pariwisisata adalah sebuah disiplin ilmu, yang sejajar dengan disiplin-disiplin ilmu lainnya," papar Prof. Dr. Gde Pitana saat menjadi pembicara dalam workshop "Teaching Development" di kampus STP Nusa Dua Bali, kemarin.

Pitana merupakan salah satu putra Bali, selain Prof. Made Bandem yang ditunjuk menjadi tim perumus yang mengkaji dan mempersiapkan "pariwisata sebagai ilmu". Tim yang terdiri atas sembilan orang ini berasal dari banyak lembaga yang dibentuk atas amanat Rapat Koordinasi Pendidikan Pariwisata di Gedung Sapta Pesona, Jakarta pada 23 Agustus 2006.

Tim ini di-back up sepenuhnya oleh Ketua Hildiktipari Himawan Brahmantyo dan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Budpar I Gusti Putu Laksaguna. Berbagai tahapan aktivitas tim sembilan direkam secara mendalam oleh Prof. Pitana yang kemudian menjadi bagian dari bukunya yang disusun bersama I Ketut Surya Diantara, S.P., M.A.

Buku bertajuk "Pengantar Ilmu Pariwisata" (2008) itu menjadi salah satu rujukan pada Training of the Trainer Dosen Program Strata-1 Pariwisata pada STP Nusa Dua Bali yang berlangsung sampai Jumat (18/7) besok. Beberapa bagian penting dari buku itu dilansir dalam tiga ulasan singkat dalam rubrik ini.

Wacana mengenai apakah pariwisata merupakan ilmu yang mandiri atau hanya objek studi dari ilmu-ilmu yang telah mapan dengan pendekatan multidisipliner, sebenarnya telah lama diperdebatkan. Jovicic sebagai contoh, di mana pada tahun 1977 dia telah mengusulkan agar kajian tentang kepariwisataan dikembangkan sebagai disiplin ilmu mandiri yang disebut touristmology. Sedangkan Leiper pada tahun 1995 menggunakan istilah tourist disciplin.

Objek Kajian
Pengakuan secara formal terhadap pariwisata sebagai ilmu mandiri di Indonesia merupakan hasil kerja keras seluruh stakeholder pariwisata dalam kurun waktu yang cukup panjang. Wacana tentang keilmuan pariwisata di Indonesia dilontarkan pertama kali pada tahun 1983. Lantas pada tahun 1985, diadakan seminar tentang keilmuan pariwisata di Universitas Udayana, Bali dengan menghadirkan ilmuwan Indonesia dari berbagai disiplin ilmu.

Namun, pariwisata di Indonesia tetap hanya dijadikan sebagai objek kajian ilmu-ilmu yang telah mapan dan kajian lintas disiplin. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Depertemen Pendidikan Nasional (Ditjen Dikti Depdiknas) hanya mengizinkan lembaga pendidikan tinggi pariwisata membuka program vokasional (D-1 - D-4) yang menghasilkan tenaga teknis dan operasional pariwisata.

Sementara Program Studi Pascasarjana (S-2) yang diixinkan bersifat interdipliner (Kajian Pariwisata). Usaha Unud, STP Bandung dan beberapa lembaga PT lainnya untuk membuka Program S-1 Pariwisata selalu dimentahkan dengan alasan utama; pariwisata bukan sebagai disiplin ilmu. Namun, itu sudah menjadi masa lalu. Seperti dipaparkan di atas, sejak 31 Maret 2008, lembaga perguruan tinggi (PT) sudah diizinkan membuka Program S-1 Pariwisata.

STP Nusa Dua Bali dan STP Bandung dipercaya menjadi semacam "proyek percontohan" karena kedua lembaga ini yang pertama kali diperkenankan menggelar program S-1 Pariwisata. Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Budpar Drs. I Gusti Putu Laksaguna, CHA., M.Sc. mengakui ini bukan pekerjaan mudah. Diperlukan kerja keras untuk mewujudkannya, terutama dari sisi kesiapan dosen. "Dosen merupakan figur kunci keberhasilan pendidikan," ujar Laksaguna.

Menurutnya, sudah bertahun-tahun dosen yang biasa mengajar dalam pola vokasional/diploma sehingga perlu disiapkan agar bisa mengajar di Program S-1. Dia yakin, dengan pengalaman yang ada, tidak terlalu sulit bagi dosen-dosen STP Bandung dan STP Nusa Dua Bali. Hanya diperlukan penajaman agar para dosen memiliki wawasan keilmuan yang lebih luas dari sekadar pengetahuan teknis/operasional.

Dia mengingatkan, dalam perjalanannya nanti, Program S-1 Pariwisata tidak berarti menembangkan apa yang diplesetkannya sebagai "sastra pariwisata" yang lebih banyak mengenai teori. "Tidak begitu. Tetap ada keseimbangan antara teori dan praktik, antara pengetahuan dan keterampilan. Lulusan S-1 Pariwisata tetap bisa menjadi seorang profesional, selain sebagai peneliti atau dosen," ujar Laksaguna.

Sementara itu, Direktur Akademis Ditjen Dikti Depdiknas Dr. Tresna Darmawan Kunaefi mengingatkan, para dosen harus kreatif mencari pola-pola pengajaran baru. Khusus di bidang pariwisata, agar materi ajar harus mendekati atau terus mengikuti perkembangan yang terjadi di industri. Para dosen juga diimbau untuk mengganti sistem pengajaran yang berpusat pada guru/dosen (teacher centre learing) menjadi berpusat pada siswa/mahasiswa (student centre learning). (gre)
source: BP
 
Pasar Wisata Amerika Latin Belum Tergarap Maksimal

Pasar Amerika Latin sebagai sumber wisatawan asing selama ini belum tergarap maksimal. Padahal dilihat dari jumlah penduduknya yang cukup besar, pasar ini punya potensi besar untuk dilirik. Demikian dikemukakan Direktur Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Ir. Firmansyah Rahim, M.M., Kamis (17/7) kemarin di Sanur.

Menurut Firmansyah, potensi besar ini coba diambil Indonesia melalui keikutsertaan dalam Forum for East Asia and Latin America Cooperation (FEALAC). Dipaparkannya, dalam FEALAC saja terdapat 33 negara yang bergabung dengan total jumlah penduduk mencapai sekitar 2,5 milyar. Diperkirakan sekitar 2,3 milyarnya melakukan kegiatan wisata yang bisa diarahkan ke Indonesia. 'Kita mulai memperlihatkan keindahan Indonesia melalui undangan menjadi tuan rumah the 5th FEALAC Working Group Meeting dan 1st Ecotourism Conference yang diselenggarakan di Bali ini,' katanya.

Sejauh ini, dia mengutarakan sudah ada ketertarikan dari negara-negara tersebut untuk melihat langsung kondisi Indonesia. Terbukti, sekitar 200 peserta dari 33 negara hadir, di antaranya dari Brazil, Argentina, Korea, Jepang, dan Selandia Baru. 'Mereka terutama tertarik karena di Indonesia pun sudah dikembangkan pariwisata yang berkonsep ecotourism,' ujarnya.

Mengenai ecotourism, lebih lanjut dia mengungkapkan, di beberapa daerah di Indonesia telah ada beberapa objek wisata yang cukup berhasil menerapkannya. Misalnya saja di Bali, destinasi seperti Kertalangu dan Tanah Lot masuk ke dalam pengembangan pariwisata ecotourism. Sementara di luar Bali terdapat Gunung Rinjani, Gunung Gede, Gunung Pangrango, dan beberapa taman nasional yang juga mengembangkan konsep tersebut untuk menarik wisatawan.

Direktur Kerja Sama Intra Region Amerika dan Eropa Dian Wirengjurit menambahkan, selama ini cukup banyak kendala yang dihadapi untuk menggaet wisatawan dari Amerika Latin. 'Letak mereka cukup jauh dan memerlukan waktu untuk bisa mengunjungi Indonesia. Belum lagi soal biaya, mengingat rata-rata negara di Amerika Latin merupakan negara berkembang,' terangnya.

Dia berharap, melalui FEALAC ini bisa terjalin kerja sama yang baik sehingga akan lebih banyak lagi wisatawan dari Amerika Latin berkunjung ke Indonesia.

Berdasarkan data Departemen Kebudayaan dan Pariwisata, pada tahun 2006 jumlah wisatawan dari Benua Amerika (di luar Amerika Serikat dan Kanada) mencapai sekitar 23.800 orang. Angka tersebut naik dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai sekitar 22 ribu orang. (kmb18)
source: BP
 
Dokar masih Layak Dipertahankan

Meskipun merupakan moda trasportasi yang terbilang lawas, ternyata keberadaan dokar masih jadi salah satu andalan transportasi di kota besar seperti Denpasar. Khususnya dalam mendukung program City Tour yang digulirkan Pemkot Denpasar. Oleh karena itu, transportasi khas Bali ini masih layak dipertahankan.

Ketua Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) Pimpinan Cabang Denpasar D. Suresh Kumar mengatakan hal itu saat melakukan simakrama dan menyerahkan bantuan kepada para kusir dokar di Ruang Praja Madya Kantor Wali Kota Denpasar, Jumat (18/7) kemarin.

Menurut Kumar, dokar masih dipergunakan oleh para pedagang di pasar-pasar tradisional. Bahkan, kata dia, dokar yang beroperasi di Kota Denpasar menjadi angkutan favorit bagi wisatawan yang berwisata di Denpasar. "Daya tarik dokar bagi kalangan wisatawan ini dapat menjadi nilai tambah bagi pariwisata Denpasar. Wisatawan menyenangi hal yang unik dan antik sehingga dokar dapat menjadi daya tarik dan keunggulan pariwisata Denpasar," kata mahasiswa IHDN Denpasar itu.

Sayangnya, kata dia, jumlah dokar di Denpasar dari tahun ke tahun terus menyusut. Sebagai contoh, dokar yang masih di Terminal Kreneng tinggal dua unit saja. "Keberadaan dokar perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Salah satunya dengan membuat pangkalan-pangkalan di dekat objek wisata atau memadukannya dengan rute-rute city tour di Kota Denpasar," katanya dan menambahkan, wisata keliling kota dengan naik dokar menjadi romantisme tersendiri bagi wisatawan maupun warga Denpasar.

Kumar berharap dokar diberikan mangkal di Lapangan Puputan Badung tiap Sabtu dan Minggu. Dikatakan, wisata naik dokar yang start dari Lapangan Puputan Badung dapat menjadi hiburan tersendiri bagi warga kota yang disibukkan dengan beragam aktivitas. "Melalui pemberdayaan seperti itu, diharapkan kesejahteraan para kusir dokar dapat ditingkatkan," katanya seraya meminta instansi terkait di Pemkot Denpasar secara berkala melakukan pembinaan kepada para kusir dokar sehingga operasional dokar tidak menimbulkan gangguan bagi pengguna jalan lainnya.

Pada kesempatan tersebut, KMHDI Pimpinan Cabang Denpasar menyerahkan bantuan pakaian sembayang berupa udeng dan saput kepada para kursi dokar. Kegiatan simakrama itu juga dihadiri perwakilan Dinas Pariwisata, Dinas Tramtib, Dinas Kesehatan, Dinas Kebudayaan dan Dinas KPDE Kota Denpasar serta aparat dari Kapoltabes Denpasar. (kmb13)
source: BP
 
HUT Ke-10 PT Triadi, Lepas 650 Ekor Tukik

Masih dengan tema Goes Green, PT Triadi menyambut hari jadinya yang ke-10 dengan berbagai kegiatan peduli lingkungan. Setelah beberapa waktu lalu mengadakan acara kerja bakti membersihkan wilayah pantai Petitenget dan menanam pohon bakau, PT Triadi kembali menggelar acara peduli lingkungan Sabtu (19/7) lalu dengan cara melepas 650 ekor tukik di pantai Petitenget. Acara yang berlangsung dengan kerja sama Balai Konsevasi Sumber Daya Alam Bali (KSDA) ini tidak hanya diikuti manajemen serta staf PT Triadi juga mengajak masyarakat umum untuk ikut berpartisipasi.

Menurut Emytha Taihutu, salah satu perwakilan direksi PT Triadi, kegiatan pelepasan tukik ini dilakukan sebagai bukti nyata kepedulian PT Triadi terhadap kelestarian lingkungan. 'Seperti kita ketahui, penyu merupakan salah satu binatang langka. Dengan pelepasan tukik ini kami harapkan agar semua orang mulai ikut melestarikan kelangsungan hidup dari penyu ini,' ujarnya di sela-sela acara Sabtu (19/7) lalu.

Seperti diketahui ada enam jenis penyu di Indonesia yang dilindungi, yaitu penyu hijau, penyu sisik, penyu lekang, penyu tempayan, penyu pipih dan penyu belimbing. Jenis tukik yang dilepas Sabtu (19/7) adalah jenis penyu Lekang atau Lepidochelys olivaceae yang diadopsi dari lokasi pendaratan penyu Kelompok Pelestari Penyu Kurma Asih Pantai Perancak, Negara, Jembarana.

Mengenai kelangsungan acara tersebut, Mytha mengaku sangat gembira melihat animo masyarakat umum untuk ikut melepas tukik bersama-sama. 'Kami tidak hanya mengundang staf, direksi maupun klien dari PT Triadi tetapi juga mengajak masyarakat umum untuk ikut serta. Ternyata banyak yang mendukung kegiatan ini,' ujarnya gembira.

Dengan banyaknya peserta yang ikut melepas tukik bersama-sama diharapkan memberikan dampak positif yang nyata di Bali dan secara khusus dapat merangsang pihak swasta lainnya untuk membantu meningkatkan upaya konservasi penyu yang ada di Bali. (kmb24/*)
source: BP
 
Kongres ATVLI Cetuskan Deklarasi Ubud

Kongres III Asosiasi Televisi Lokal Indonesia (ATVLI) yang berlangsung di Hotel Royal Pita Maha, Ubud, Bali, 20 - 21 Juli, menghasilkan enam butir kesepakatan yang dituangkan dalam sebuah Deklarasi Ubud Bali. Deklarasi yang dihasilkan ini disampaikan langsung kepada regulator penyiaran Indonesia dalam hal ini Departemen Kominfo RI dan KPI Pusat/Daerah, Senin (21/7) kemarin.

Dalam Deklarasi Ubud Bali, seluruh anggota ATVLI bertekad untuk tetap menjaga keutuhan NKRI, menjalankan proses demokrasi dan memberi persembahan program yang terbaik bagi pembangunan masyarakat Indonesia berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Deklarasi Ubud Bali yang dibacakan Sekjen ATVLI terpilih hasil kongres, I Made Nariana, juga menyatakan atvli tetap menjunjung tinggi kemajemukan dan kearifan lokal dalam bingkai Bhineka Tunggal Ika, dengan bertumpu pada potensi daerah melalui eksistensi televisi lokal dengan memperkokoh kehadiran TV lokal sebagai salah satu perwujudan otonomi daerah untuk persatuan bangsa.

Sebagai salah satu pilar demokrasi, anggota ATVLI yang kini berjumlah 28 TV lokal berpartisipasi aktif dalam pesta demokrasi di seluruh wilayah Indonesia. ATVLI juga tunduk pada UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran sebagai wujud dukungan terhadap regulasi yang dijalankan oleh Departemen Kominfo RI bersama KPI, baik pusat maupun daerah.

Dalam deklarasi tersebut, ATVLI juga mendesak Menteri Kominfo dan KPI yang sebagai regulator penyiaran untuk segera memberikan kepastian hukum terkait proses perizinan anggota ATVLI. Di samping itu, anggota ATVLI juga meminta kepada Dirjen Postel Depkominfo memperhatikan pengalokasian siaran dan menjadikannya sebagai perhatian khusus dalam rencana penertiban frekuensi di daerah dengan memberikan transparansi klasifikasi dan teknisnya kepada seluruh anggota ATVLI.

Kongres yang diselenggarakan dalam rangka HUT ke-6 ATVLI juga melakukan pergantian pengurus ATVLI yang telah berakhir masa jabatannya. Imawan Mashuri dari JTV terpilih menjadi Ketua Umum ATVLI dalam sidang pemilihan pengurus ATVLI periode 2008-2012. Imawan Mashuri menggantikan Satria Naradha yang sudah dua kali menduduki jabatan Ketua Umum ATVLI.

Dalam penutupan kongres yang dirangkai sebagai puncak HUT ATVLI, dihadiri Dirjen Sarana Komunikasi Destinasi Informasi (SKDI) Fredy Tulung, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Sasa Djuarsa Sandjaya, Kepala BITB Propinsi Bali Drs. I Wayan Sudiartha, M.Si., Bupati Gianyar Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dan mantan Ketua Umum ATVLI yang kini menjadi Pembina dan Penasihat ATVLI 2008-2012 Satria Naradha serta 28 peserta Kongres ATVLI.

Dalam sambutannya, Ketua KPI Sasa Djuarsa Sandjaya yang menilai keberadaan KPI dengan ATVLI tidak bisa dipisahkan. Apa yang menjadi hasil kongres ke depan diharapkan bisa memberikan kontribusi bagi keberadaan TV lokal. Saat ini pihaknya sedang mengusahakan mencari solusi terbaik yang sama-sama menguntungkan, karena bagaimana pun tumbuhnya industri lokal di satu sisi agar tidak mematikan industri yang sudah ada.

Sementara itu, Dirjen SKDI Fredy Tulung menilai keberadaan ATVLI yang ke-6 tahun ini, dalam dunia penyiaran mempunyai peran yang strategis. Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah banyaknya permintaan perizinan TV yang ada di Depkominfo. Permohonan perizinan TV secara nasional yang masuk sebanyak 275 TV. 'Keterbatasan frekuensi yang ada menyebabkan Depkominfo melakukan selektivitas, di samping masalah yang dihadapi dengan adanya sengketa penyiaran,' jelasnya. (kmb16)
source: BP
 
Amrozy Cs. Dieksekusi Sebelum Puasa

Eksekusi mati Amrozy cs. ditargetkan terlaksana sebelum memasuki bulam puasa -- atau Ramadan -- yang jatuh pada awal September nanti. Langkah
ini diambil atas dasar faktor psikologis masyarakat. Demikian dikatakan Jaksa Agung Hendarman Supandji, Senin (21/7) kemarin.

Menurutnya, jika eksekusi dilakukan pada bulan puasa, dipastikan ketiga terpidana mati kasus bom Bali I itu tengah menjalankan ibadah puasa. Selain itu, kebijakan tersebut mempengaruhi psikologis masyarakat dan kejaksaan sudah pasti mendapat kecaman keras. 'Paling tepat memang sebelum ibadah puasa,' tandasnya.

Meski demikian, Hendarman belum bisa memastikan kapan waktu persis pelaksanaan eksekusi mati tersebut. Apakah pada akhir Juli ini atau awal dan pertengahan Agustus nanti. Namun, semua ini sangat tergantung diterimanya berkas salinan putusan peninjauan kembali (PK) para terpidana mati itu dari Kejaksaan Tinggi Bali ke Kejaksaan Agung.

Eksekusi harus segera dilakukan, karena dari aspek yuridis upaya hukum yang dilakukan Amrozy cs. sudah habis, sehingga tinggal proses eksekusi saja. 'Sedangkan mengenai alasan kenapa eksekusi selama ini belum dilakukan, karena kami harus menunggu rampungnya proses hukum. Tidak ada tekanan dari pihak mana pun,' tegas Jaksa Agung.

Sementara itu, Jampidum Abdul Hakim Ritonga menyatakan eksekusi mati terpidana Amrozy, Imam Samudra dan Ali Gufron masih harus menunggu diterimanya salinan putusan PK. 'Jika telah diterima, segera disampaikan kepada Amrozy cs. Setelah itu para terpidana dipersilakan untuk meminta permintaan terakhir. Tetapi sebelumnya mereka diisolasi dalam sel khusus terlebih dulu,' ujarnya.

Sebelumnya diberitakan (BP, 19/7) putusan hukuman mati bagi terpidana mati kasus bom Bali I Amrozy, Imam Samudra dan Ali Gufron sudah final. Hal ini menyusul penolakan Mahkamah Agung (MA) terhadap permohonan peninjauan kembali (PK) jilid III yang diajukan Amrozy dkk.

MA melalui suratnya bernomor 257/PAN/VII/2008 yang ditandatangani Panitera Sarehwiyono menolak permohonan PK yang diajukan Amrozy dkk. Dasarnya pasal 268 ayat (3) UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan ketentuan pasal 66 ayat (1) UU No. 5 Tahun 2004 jo UU No. 14 Tahun 1985, bahwa hukum di Indonesia hanya mengenal satu kali PK terhadap sebuah putusan MA.

Ketua PN Denpasar Nyoman Gede Wirya menjelaskan, surat jawaban MA tersebut sekaligus menguatkan surat penolakan dirinya atas permohonan PK III yang diajukan terdakwa Amrozy dkk. Aturan hukum di Indonesia hanya mengakui satu kali kesempatan mengajukan PK atas sebuah putusan. 'Maka dari itu, ketika terdakwa mengajukan PK III kami langsung menolak untuk membentuk susunan majelis hakim sekaligus mempersilakan MA mengambil sebuah putusan,' ujar Wirya.
(kmb3)
source: BP

Kejati Siapkan Jaksa Eksekutor Amrozy dkk

Kejati Bali sudah mempersiapkan soal administrasi, keamanan dan tim eksekusi pada pelaksanaan eksekusi mati terhadap terpidana Imam Samudra, Amrozy dan Ali Gufron. Kesiapan tersebut sudah tertuang dalam sebuah surat keputusan. Demikian dikatakan Kajati Bali Dewa Alit Adnyana, ketika ditemui pada acara syukuran HUT ke-48 Bakti Adhyaksa, Selasa (22/7) kemarin.

Khusus untuk soal pengamanan, pejabat yang sebentar lagi meninggalkan Kejati Bali ini mengaku sudah berkoordinasi dengan Polda Bali. Malah Aspidum sudah diintruksikan untuk secara intensif melakukan koordinasi dengan instansi terkait. Mengenai jumlah personel polisi yang dilibatkan, semuanya tergantung keperluan di lapangan. 'Dalam hal ini kami juga perlu koordinasi dengan Polda Jateng,' ujar Adnyana yang didampingi Wakajati Sudibyo.

Adnyana menyatakan pihaknya sedikitnya akan menunjuk tiga jaksa terpilih. Namun lebih jauh pelaksanaan eksekusi Amrozy semuanya satu pintu dalam hal ini Kejakgung.

Selain itu dia mengingatkan kepada semua jaksa tidak coba-coba jual beli perkara. Juga diingatkan, jika ada yang diketahui jual beli perkara, Jaksa Agung tak akan segan-segan mengambil tindakan tegas. (015)
source : BP
 
Rayap Ancam Ekspor Kerajinan Kayu Bali

Hama rayap kini menjadi salah satu ancaman ekspor produk kerajinan kayu dari Bali ke mancanegara. Selain telah menimbulkan kerugian milyaran rupiah, serangan hama tersebut menyebabkan sejumlah produk kerajinan kayu ditolak pihak luar negeri. Ketua Apphami (Ikatan Perusahaan Pengendalian Hama Indonesia) Bali Wayan Sukrayasa mengatakan hal itu, Rabu (23/7) kemarin menanggapi terjadinya kasus penolakan produk kerajinan Bali akibat serangan hama tersebut.

Sukrayasa mengatakan, ancaman hama rayap dan sejenisnya makin mencemaskan, menyusul kasus penolakan sekitar 20 kontainer produk ekspor dari Bali ke Kanada belum lama ini. Kasus itu menimbulkan risiko kerugian sekitar Rp 13 milyar rupiah. Kasus sejenis sebelumnya juga menimpa produk ekspor kerajinan kayu dari Bali, meski nilainya tak sebesar itu.

Mengantisipasi hal-hal yang bisa membawa kerugian material maupun citra produk kerajinan Bali, Sukrayasa berharap perajin maupun eksportir lebih teliti dalam pemilihan bahan, perlakukan produk serta mematuhi aturan yang ada. 'Sebab, dampak yang ditimbulkan sangat besar bila terjadi kelalaian dalam hal kualitas,' tambahnya.

Terkait soal rendahnya kualitas, pihak negara penerima maupun buyer kerap minta retreatment produk yang sudah tentu akan memerlukan biaya besar. Mengingat, cost di luar negeri beda jauh dengan di Indonesia. 'Biaya treatment di luar negeri bisa 20 kali lipat dibandingkan di sini,' jelasnya. Yang paling parah, kalau sampai terjadi penolakan barang, sebab akan menimbulkan kerugian yang sangat besar.

Untuk itu, eksportir diminta melaksanakan ketentuan QPS (Quarantine & Pre Shipment), yakni perlakuan terhadap produk sebelum dikapalkan. Hanya untuk pelaksanaan QPS ini, boleh dikatakan masih belum maksimal. Terbukti, masih terjadinya penolakan produk kerajinan di luar negeri.

Sukrayasa didampingi salah seorang pengurus Asephi Bali N. Senimantara, S.E. menyebutkan, hampir semua negara kini melakukan pengetatan terhadap produk yang masuk ke negaranya. 'Jadi, eksportir mesti cermat dalam melakukan ekspor agar tak sampai bermasalah,' tegas Senimantara. (031)
source: BP
 
Amrozy Cs. Siap Dieksekusi

Kesiapan jajaran peradilan mengeksekusi mati Amrozy cs. ternyata gayung bersambut dengan kesiapan terpidana untuk menjalani hukuman tersebut.Agus Setiawan, pengacara yang tergabung dalam Tim Pengacara Muslim (TPM), mengatakan Amrozy, Imam Samudra dan Mukhlas sudah siap untuk dieksekusi. 'Tetapi, mereka tetap meminta agar eksekusi itu dilakukan sesuai syariat Islam yakni dengan dipancung atau dipenggal kepalanya, bukan dengan ditembak. Kalau ini permintaan mereka, bisa dikatakan sebagai permintaan terakhir dan wajib dipenuhi,' ujarnya, Jumat (25/7) kemarin.

Diungkapkannya, pekan lalu sejumlah pengacara TPM menemui Amrozy, Imam Samudra dan Mukhlas di Nusakambangan dan ketiganya menegaskan kesiapannya untuk dihukum mati. Eksekusi itu memang sudah lama ditunggu-tunggu mereka, karena hal tersebut merupakan puncak kemenangan dalam mempertahankan prinsip dan akidahnya.


Belum Dipenuhi
Pelaksanaan eksekusi mati terhadap Amrozy, Imam Samudra dan Mukhlas tinggal menghitung hari. Segala persiapan sudah dilakukan aparat kejaksaan dan kepolisian. Hanya ada satu yang belum dipenuhinya dari prosedur administrasi hukum yakni salinan putusan peninjauan kembali (PK) belum diterima PN Cilacap untuk diteruskan ke para terpidana mati itu.

Demikian kata Jampidum Kejaksaan Agung Abdul Hakim Ritonga kepada wartawan di Jakarta, Jumat (25/7) kemarin. Menurutnya, penyerahan salinan surat putusan PK dari Mahkamah Agung (MA) itu, memang prosedurnya seperti itu. 'Harus berjenjang hingga diterima pihak yang terkait masalah hukum. Yang menyerahkan salinan putusan PK itu harus panitera PN Cilacap. Ini belum diterima para terpidana,' ujarnya.

Ritonga menegaskan secara yuridis dan teknis, eksekusi sudah bisa dilaksanakan. Pasalnya, seluruh upaya hukum telah ditempuh pihak terpidana. Sehingga tidak ada upaya hukum lagi yang bisa dilakukan Amrozy cs. Persiapan teknis juga sudah dilakukan dan Menteri Hukum dan HAM Andi Mattalata sudah memberi izin pelaksanaan eksekusi di wilayah hukum Cilacap.

Selanjutnya, Kejati Bali juga sudah meminta Polda Bali untuk berkoordinasi dengan Polda Jawa Tengah untuk melaksanakan eksekusi. Seluruhnya tidak ada yang terhambat. Sebaliknya, malah lancar dan hanya menunggu proses administratif. 'Saya takkan menjawab kalau ditanya kapan (eksekusi Amrozi cs). Pokoknya tunggu saja, mudah-mudahan bisa segera dilaksanakan,' tandas Jampidum. (kmb3)
source: BP
 
Ayu Diandra Sari, Puteri Bali 2008

PUTRIBALI.gif

'Apakah pendapat anda tentang infrastruktur Pulau Bali sebagai tempat tujuan wisata global?'
Pertanyaan yang dilemparkan oleh salah satu juri, Drs. Made Adi Jaya, merupakan penentu terpilihnya Puteri Bali 2008, Kamis (24/7) malam lalu di Gedung Ksirarnawa Taman Budaya Denpasar.

Tiga finalis -- Ani Dwi Handayani, Ayu Diandra Sari dan Luh Merry Dyanti -- yang masuk tiga besar diberikan waktu 30 detik untuk menjawab pertanyaan tersebut.

'Menurut saya, infrastruktur Bali sekarang ini masih kurang bagus, oleh karena itu perlu diperbaiki lagi. Karena dengan infrastruktrur yang baik maka tidak hanya sektor pariwisata yang terpengaruh, tetapi semua sektor yang ada di Bali,' jawab Ayu Diandra Sari.

Jawaban inilah yang kemudian mengantarkan Dea -- sapaan akrab Ayu Diandra Sari -- menjadi pemenang Puteri Bali 2008 mengalahkan dua finalis lainnya, Luh Merry Dyanti yang menjadi Runner Up I dan Ani Dwi Handayani yang menjadi Runner Up II.

Dea yang merupakan mahasiswi semester IV Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (Unud) ini berhak mendapatkan hadiah utama berupa satu unit sepeda motor serta tiket untuk mengikuti kontes Puteri Indonesia 2008 di Jakarta.

Sejak awal, penampilan Dea memang menarik perhatian. Selain penampilannya yang menawan, supporter yang datang untuk mendukungnya langsung pun lebih banyak dibandingkan finalis lainnya. 'Wajahmu mirip orang Venezvuela,' ujar pembawa acara, Paul, menggoda Dea.

Malam grandfinal Puteri Bali 2008 memang berlangsung sangat meriah. Selain dihadiri tokoh-tokoh penting, pemilihan tersebut juga dihadiri langsung oleh Puteri Indonesia 2007 Putri Raemawasti dan Puteri Bali 2007 Fransisca Lidyawati.

Sepuluh finalis Puteri Bali 2008 tampak cantik dengan menggunakan busana rancangan Monica Weber. Setelah memperkenalkan diri kepada juri dan penonton, sepuluh besar finalis tersebut kemudian dipangkas menjadi lima besar. Mereka adalah Ani Dwi Handayani, Luh Merry Dyanti, Nyoman Krisna Kumalayani, Ayu Diandra Sari dan Nagarani Sili Utami.

Untuk masuk ke tiga besar, kelima finalis harus menjawab pertanyaan para juri yang mereka pilih. Dea -- Puteri Bali 2008 -- mendapatkan pertanyaan dari Melati Danes yang menanyakan soal hak paten. Dengan tegas Dea menjawab bahwa hak paten merupakan langkah penting yang mesti diambil untuk melindungi budaya bangsa dari pengambil-alihan bangsa asing. 'Jadi masyarakat harus diberitahukan untuk mempatenkan hasil karyanya agar budaya bangsa tetap bisa terjaga,' ujarnya.

Selain menyuguhkan para finalis yang serba rupawan, malam puncak pemilihan Puteri Bali 2008 juga dimeriahkan oleh penampilan Karma, Agung Wirasutha dan Balawan. Tidak mau kalah saing, Bupati Gianyar Cok Oka Artha Ardhana Sukawati (Cok Ace), yang malam itu berkesempatan hadir pun menunjukkan kemampuannya bernyanyi duet bersama Agung Wirasutha menyanyikan lagu 'Bungan Sandat'.

Selain penentuan Puteri Bali 2008, Runner Up I dan II, pada malam final itu juga terpilih Puteri Favorit yang jatuh ke tangan I Gusti Ayu Kamaratih dengan pengumpulan SMS sebanyak 33,3%. (kmb24)
source: BP
 
Bali is my life

BALI IS MY LIFE

biml-1-ys.gif

THE CONCEPT:

When we consider all aspects of visitors experiences in Bali we find that although there are many great attractions and activities it is the warmth and hospitality of the people which visitors remember most of all.​
Wherever you go in Bali encounters with the people add a special dimension to any visit - here you find "Real People" reflecting the "Real Bali".

The people of Bali at all levels have a deep connection to the spiritual and physical side of their island and this reflected in their pride and dedication to Bali and their willingness in sharing it with the rest of the world. There are not many islands where the people are so genuinely proud of their historical, cultural and continuing way of life.

A MESSAGE FROM THE MINISTER OF CULTURE AND TOURISM
"Bali is my life": This is a powerful statement that reflects the fact that Bali is not a tourist destination but a beautiful island owned and lived in by the Balinese who welcome visitors to enjoy their island. As a statement it is emotional, honest, true and invites the world to discover why Bali is so special.

In this campaign we are proud to present Bali not through its beauty, or its tourism industry but through the one consistent backbone of the island: its people

Make Bali part of your life...

Jero Wacik
 
 URL Pendek:

| JAKARTA | BANDUNG | PEKANBARU | SURABAYA | SEMARANG |

Back
Atas.